Rabu, 02 Februari 2022

Dua Jalan untuk Menjadi Kekasih Allah



Para sufi menulis, ada dua jalan untuk meningkat, mencapai kedekatan dengan Allah dan menjadi kekasih-Nya, yaitu _suluk_ dan _jadzab_.

_Suluk_ adalah jalan peningkatan dengan berpikir bijaksana dan mengikuti jalan Allah dan rasul-Nya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah:


قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَا تَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ


"Katakanlah: Jika kamu cinta kepada Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu." 

(Ali Imran, 3:31).


Dengan kata lain, jika kamu ingin dicintai oleh Allah, maka ikutilah Rasulullah Muhammad saw. Beliau adalah pemimpin dan rasul yang sempurna, yang menanggung berbagai penderitaan yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Orang yang mengikuti beliau, dengan penuh perjuangan akan mengikuti setiap perkataan dan perbuatan beliau. Pengikut ( _muttabi'_) sejati adalah orang yang mengikuti pemimpin atau panutan ( _matbu'_) dengan segala cara.


Allah Ta'ala tidak suka pada sikap acuh tak acuh, bermalas-malas, dan menghindari kesulitan. Sebaliknya, sikap itu akan mendatangkan murka-Nya. Allah Ta'ala memberikan perintah kepada manusia untuk mengikuti Rasulullah Muhammad saw. Karena itu, pekerjaan seorang penempuh jalan _suluk_ ( _salik_), pertama-tama melihat (membaca) sejarah hidup lengkap Rasulullah Muhammad saw., kemudian mengikuti dan mencontohnya. Perbuatan atau laku seperti itu disebut _suluk_. Di jalan _suluk_ itu ada banyak kesulitan dan penderitaan. Setelah menanggung semua itulah manusia menjadi kenal dan dekat dengan Allah.


Dari derajat _ahlu suluk_ ( _salik_) meningkat ke derajat _ahlu jadzab_ ( _majdzub_).

Allah Ta'ala tidak menempatkan orang-orang yang melakukan _suluk_ tetap pada derajat _salik_. Tetapi Dia sendiri memasukkan mereka dalam penderitaan dan dengan daya tarik abadi menarik mereka ke arah-Nya.

Semua nabi adalah _majdzub_ atau orang yang ditarik dan dicintai Allah.

Ketika ruh atau jiwa manusia dihadapkan pada musibah dan penderitaan, kejadian itu membuatnya terlatih dan berpengalaman, kemudian ia bersinar.

Seperti besi atau kaca, meskipun mempunyai potensi mengkilat, tetapi ia menjadi mengkilat atau cemerlang setelah dipoles atau digosok. Sehingga wajah orang yang melihatnya tampak padanya.

Mujahadah juga berfungsi sebagai upaya keras untuk memoles atau menggosok hati atau jiwa, sehingga ia menjadi bersih cemerlang dan pada cermin hati itu bisa terlihat wajah Allah dan terlukis akhlak (sifat-sifat) Allah. Setelah seseorang melakukan mujahadah dan penyucian hati, sehingga di dalamnya tidak ada lagi kekotoran, maka akhlak nabi bisa tercermin di dalamnya.

Setiap orang beriman membutuhkan penyucian hati sampai batas tertentu. Orang beriman tidak akan memperoleh keselamatan tanpa cermin (kesucian) hati. Penempuh jalan _suluk_ yang memoles atau menggosok jiwanya dengan keinginan dan usahanya sendiri, menanggung penderitaan. Sedangkan penempuh jalan _jadzab_, dia dimasukkan ke dalam penderitaan, Allah sendiri sebagai pemoles atau penggosoknya. Dengan segala macam kesulitan dan penderitaan, dia dipoles atau digosok, kemudian Allah menganugerahinya 'derajat cermin'. Pada dasarnya _salik_ dan _majdzub_ mempunyai hasil yang sama.

Jadi orang bertakwa ada dua bagian, yaitu penempuh jalan _suluk_ dan penempuh jalan _jadzab_. Takwa sampai batas tertentu memerlukan kesulitan. Maka Allah berfirman:


ھُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ


"Petunjuk bagi orang bertakwa. Yang beriman kepada yang Ghaib." (Al-Baqarah, 2:2-3).

Beriman (percaya) kepada yang Ghaib membutuhkan semacam kesulitan.

(Disarikan dari Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 2, hlm. 36-37).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar