Dari hukum Ilahi, telah diketahui bahwa alam semesta dengan segala kekuatan lahiriah dan batiniahnya, bagi Allah berfungsi seperti anggota badan. Setiap benda (makhluk) dengan posisi dan kondisinya masing-masing melakukan tugas seperti anggota badan. Setiap kehendak Allah Ta'ala diungkapkan dan dimanifestasikan melalui alam semesta. Tidak ada kehendak Allah yang tampak dan terwujud tanpa perantara itu.
Hendaklah dipahami bahwa malaikat Jibril berfungsi sebagai perantara antara Allah dengan hati suci manusia yang menerima wahyu-Nya. Hal ini merupakan masalah penting dan diakui dalam syariat Islam. Hal ini juga didasarkan pada filosofi yang benar yang disebutkan di atas.
Berikut ini penjelasan filosofi itu. Menurut hukum alam yang dusebutkan di atas, ketika Allah Ta'ala bermaksud menurunkan atau menganugerahkan wahyu kepada manusia, perlu ada makhluk atau perantara yang melayani-Nya.
Makhluk atau perantara untuk tugas khusus itu disebut Jibril, yang ketaatannya pada kehendak Allah benar-benar seperti ketaatan anggota badan pada jiwa manusia.
Hubungan Jibril dengan Allah Ta'ala serupa dengan hubungan napas atau penglihatan dengan tubuh manusia.
Ketika Allah Ta'ala condong ke hati orang yang mencintai-Nya, maka sesuai dengan kaidah yang disebutkan di atas, Jibril harus bertindak sesuai dengan itu. Atau dengan kata lain, bersama gerakan Allah Ta'ala, Jibril pun bergerak dengan sendirinya dengan cara yang sama. Seperti ketika suatu benda bergerak, bayangannya pasti akan bergerak juga.
Jadi ketika cahaya Jibril tergerakkan oleh daya tarik, dorongan, dan wahyu Allah, maka pada waktu yang sama gambar (bayangan)nya yang disebut Ruhul Quddus (Roh Suci) itu akan terukir atau terkesan dalam hati kekasih sejati, karena pada saat itu tangisan kekasih ditanggapi.
Dalam keadaan seperti itu, kekuatan atau pengaruh Jibril bermanfaat seperti telinga untuk mendengarkan suara Allah Ta'ala, mata untuk melihat keajaiban-Nya, dan penggerak lisan manusia di jalur wahyu sedemikian rupa, sehingga lisan itu mulai mengungkapkan wahyu Ilahi dalam kata-kata.
Hati (jiwa) manusia tetap berada dalam kegelapan atau seperti orang buta, sampai kemampuan itu terwujud. Kondisi lisan manusia tanpa bantuan Jibril akan seperti kereta api tanpa mesin untuk menjalankannya. Namun perlu diingat bahwa kekuatan yang disebut 'Ruhul Quddus' (Roh Suci) tidak memasuki setiap hati (jiwa) manusia dalam kualitas dan kuantitas yang sama. Sebaliknya, sebagaimana cinta manusia kepada Allah ada yang sempurna dan ada yang kurang. Sesuai dengan kadar cinta itulah cahaya Jibril meneranginya.
(Tauzih-i Maram, hlm. 35-36).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar