Perlu dijelaskan bahwa Allah Ta'ala adalah Penyebab dari semua penyebab. Semua rangkaian wujud (makhluk) keberadaan mereka terikat dengan Wujud-Nya.
Pada dasarnya, hubungan Allah Ta'ala dengan semua makhluk-Nya dan seluruh alam semesta adalah seperti hubungan jiwa dengan badan manusia. Sebagaimana semua anggota badan tunduk pada kehendak jiwa (ruh) dan mengikuti arahan jiwa, hubungan yang serupa ini juga ditemukan antara Allah Ta'ala dengan semua makhluk-Nya.
Allah Yang Maha Bijaksana telah membukakan rahasia yang tersembunyi kepadaku, bahwa seluruh alam semesta dengan berbagai elemennya tercipta untuk melayani dan melaksanakan kehendak Allah.
Alam semesta berfungsi seperti anggota badan-Nya. Mereka tidak mandiri, tetapi selalu menerima kekuatan dari Allah, seperti halnya semua kekuatan badan terwujud hanya karena bantuan dari jiwa.
Beberapa benda di alam semesta tampak seolah-olah sebagai refleksi dari cahaya wajah Allah yang secara lahiriah atau batiniah berperan sebagai pemberi cahaya (penerangan) sesuai dengan kehendak-Nya.
Beberapa benda di alam semesta ada yang berfungsi seolah-olah sebagai tangan-Nya, ada yang berfungsi seolah-olah sebagai kaki-Nya, dan ada pula yang berfungsi seolah-olah sebagai napas-Nya.
Setiap kehendah Allah, apakah lahiriah atau batiniah, agamawi atau dunuawi, dimanifestasikan melalui media makhluk-makhluk-Nya. Tidak ada kehendak-Nya yang terungkap dan terlihat di bumi (dunia) ini tanpa media itu. Inilah hukum alam (sunatullah) yang berlaku sejak dahulu kala.
Beberapa orang karena ketidaktahuan mereka menertawakan pendapat dan keyakinan bahwa menurut syariat, perantara yakni malaikat sangat diperlukan untuk turunnya wahyu. Mereka bertanya, "Tidak bisakah Allah menurunkan wahyu tanpa perantara malaikat?" Mereka yakin, bila ada seseorang bisa mendengarkan suara tanpa perantara udara itu bertentangan dengan hukum alam. Tetapi mereka lalai terhadap 'udara ruhaniah' (malaikat) yang menyampaikan suara Ilahi (wahyu) ke hati para penerima wahyu. Mereka percaya, cahaya matahari dibutuhkan oleh mata jasmaniah manusia untuk bisa melihat sesuatu. Tetapi mereka tidak percaya akan perlunya cahaya samawi untuk mata ruhani.
(Disarikan dari: Tauzih-i Maram, hlm. 33-35).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar