Bukan berarti malaikat itu sendiri yang masuk ke dalam (jiwa) manusia, melainkan gambar (bayangan) malaikat itu yang masuk dan kelihatan dalam cermin hati (jiwa) manusia.
Seperti jika seseorang berdiri di depan cermin yang sangat bening, maka bentuk (gambar) orang itu akan segera muncul dalam cermin itu, sesuai dengan ukuran cermin itu. Bukan hanya gambar (bayangan) wajah dan kepala yang terpisah dengan leher, yang tampak dalam cermin itu, tetapi gambar (bayangan) seluruhnya.
Ukuran gambar atau bayangan yang direfleksikan pada setiap cermin tidak mesti sama, tergantung pada ukuran cerminnya. Demikian pula, bayangan malaikat dalam jiwa manusia, tergantung pada kapasitas jiwa manusia.
Contohnya, jika seseorang melihat diri sendiri di cermin kecil yang terpasang pada cincin di jari, semua bagian wajah akan terlihat. Tetapi setiap bagian wajah itu akan kelihatan sangat kecil dibandingkan dengan ukuran aslinya. Sebaliknya, jika seseorang melihat diri sendiri di cermin besar, yang bisa memberikan refleksi wajah dengan wajar, maka wajah dan berbagai bagiannya akan kelihatan dalam ukuran yang tepat, sesuai dengan aslinya.
Inilah contoh pengaruh Jibril. Jibril menurunkan pengaruh wahyu pada wali yang paling rendah levelnya. Pengaruh wahyu itu juga diturunkan pada hati (jiwa) Khatamul anbiya', Nabi Muhammad saw. Perbedaan kedua pengaruh wahyu tersebut, seperti perbedaan antara gambar atau bayangan yang terlihat dalam cermin kecil yang terpasang pada cincin di jari dengan gambar atau bayangan dalam cermin besar. Meskipun keadaan Jibril tetap sama, dan pengaruhnya pun tetap sama, tetapi kemampuan penyerapan dan kebersihan benda di setiap tempat tidak sama. Kami sengaja menggunakan kata 'kebersihan', untuk menegaskan fakta bahwa perbedaan pengaruh Jibril tidak hanya bergantung pada kapasitas jiwa tetapi juga pada kondisi jiwa. Jiwa yang bersih merupakan prasyarat penting untuk bisa menerima wahyu Ilahi.
Tidak semua penerima wahyu memiliki tingkat kebersihan jiwa yang sama. Seperti halnya tidak semua cermin memiliki tingkat kebeningan yang sama. Beberapa cermin sangat bersih dan bening, sehingga permukaannya bersinar, mencerminkan dan menampakkan sepenuhnya wajah siapa pun yang kebetulan menatapnya. Beberapa cermin yang lain buram, tampak berdebu, kotor, dan tertutup dengan jelaga, sehingga tidak dapat merefleksikan dan menampakkan bentuk apa pun di dalamnya dengan jelas dan tepat. Bahkan beberapa cermin memberikan cerminan atau bayangan yang berubah, sehingga jika kedua bibir terlihat di dalam cermin itu, maka hidung tidak terlihat, dan jika hidung terlihat, maka mata tidak kelihatan.
Begitu juga keadaan cermin hati (jiwa). Hati yang sangat bersih akan mencerminkan dan memperlihatkan gambaran Ruh Ilahi yang jelas, hati yang sangat kotor akan mencerminkan dan memperlihatkan gambaran yang buram.
Hati (jiwa) yang paling sempurna kesuciannya adalah hati Nabi Muhammad saw. Tidak ada hati orang lain yang pernah mencapai tingkat kesucian seperti itu.
(Tauzih-i Maram, hlm. 32-33).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar