Apabila ditanyakan, bagaimana ciri-ciri kebaikan jiwa manusia yang bisa diamati?
Allah Ta'ala berfirman sebagai jawabannya:
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىھَا - وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰھَا -
"Sungguh beruntung orang yang menumbuhkan (menyucikan) jiwanya. Dan sungguh merugi orang yang mengubur (mengotori) jiwanya." (Asy-Syams, 91:9-10).
Menurut firman Allah ini, barangsiapa menyucikan jiwanya, sepenuhnya meninggalkan perbuatan buruk dan tercela, dan sepenuhnya menyerahkan diri pada kehendak Allah; dia akan mencapai tujuan bagi jiwanya, dan jiwanya akan tampak seperti alam semesta mini (mikrokosmos) dengan kumpulan beragam sifat keunggulan (sifat kesempurnaan).
Tetapi barangsiapa tidak menyucikan jiwanya, malah menguburnya dalam keinginan-keinginan haram, dia akan gagal mencapai tujuan jiwanya yang sebenarnya.
Alhasil, tidak diragukan lagi dalam jiwa manusia terdapat berbagai sifat keunggulan yang ada di alam semesta. Jalan lurus (cara mudah) untuk meyakini fakta ini adalah dengan menaruh perhatian pada penyucian jiwa sesuai dengan maksud hukum atau aturan Ilahi; karena dalam keadaan penyucian jiwa kebenaran berbagai sifat keunggulan yang tersembunyi itu akan terungkap tidak hanya secara ilmul yaqin, tetapi secara haqqul yaqin.
Kemudian, Allah Ta'ala menyebutkan kaum Tsamut sebagai contoh. Karena sifat mereka yang suka memberontak dan menentang, mereka mendustakan nabi pada masa mereka (Nabi Saleh as., pent.). Seorang yang malang dari antara mereka menampilkan diri sebagai pemuka untuk mendustakan nabi itu. Nabi pada masa itu menasihati mereka untuk tidak menyerang unta betina Allah dan tempat air minumnya. Tetapi kaum Tsamud tidak menghiraukan nasihat itu. Mereka memotong kaki unta betina itu. Sebagai konsekuensi dari kejahatan itu, Allah Ta'ala mengutuk mereka dengan kematian dan menjadikan mereka seperti debu. Allah tidak memedulikan bagaimana keadaan para janda, anak yatim, dan keluarga mereka yang tak berdaya, setelah kematian mereka karena kutukan itu.
Hal itu merupakan perumpamaan yang sangat halus, yang telah disebutkan untuk menunjukkan kemiripan antara jiwa manusia dengan 'unta betina Allah'.
Maknanya yang tersirat adalah, tujuan diciptakan jiwa manusia sebenarnya agar berfungsi seperti 'unta betina Allah'. Ketika jiwa manusia mencapai tahap fana fillah, dan ia dalam keadaan benar-benar tenggelam dalam arus (kehendak) Ilahi, maka Allah Ta'ala dengan manifestasi suci-Nya mengemudikan jiwa manusia, seperti seseorang mengemudikan unta betina.
Dalam hal ini ada peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang berpaling dari kebenaran dan mengikuti keinginan egoistis mereka.
Mereka berbuat seperti kaum Tsamud, menghalangi unta betina (jiwa manusia) mencapai tempat air minumnya (sumber pengingat dan pengenalan Allah), yang kehidupan unta betina (jiwa manusia) tergantung padanya. Mereka bahkan sampai berpikir untuk memotong kakinya agar ia (jiwa manusia) benar-benar tidak dapat berjalan di jalan Allah. Karena itu, jika mereka menginginkan kebaikan untuk diri mereka, mereka tidak boleh berbuat yang menyebabkan terhentinya air penopang kehidupan bagi jiwa manusia. Mereka tidak boleh memotong kaki 'unta betina' (jiwa manusia) dengan alat-alat yang tajam (keinginan-keinginan haram).
Jika peringatan itu diabaikan, maka unta betina (jiwa manusia) yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia, akan terluka dan mati. Pemilik jiwa seperti itu akan tidak berharga sama sekali, dan akan dianggap seperti kayu kering, dipotong dan kemudian dibuang ke dalam api. Setelah kematian orang seperti itu, keluarga yang ditinggalkan tidak akan mendapatkan belas kasih Allah. Sebaliknya mereka akan menderita akibat ketidaktaatan dan kejahatan orang tersebut. Orang tersebut tidak hanya akan menderita kematian karena perbuatan jahatnya, tetapi juga akan menyebabkan malapetaka bagi keluarga dan keturunannya.
(Tauzih-i Maram, hlm. 29-30).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar