Selasa, 24 November 2020

Dai yang Tulus



Tidak diragukan lagi, amar ma'ruf nahi munkar (menyuruh kepada kebaikan dan mencegah keburukan) merupakan perbuatan yang sangat baik. Tetapi orang yang berdakwah hendaklah peka dan waspada bahwa pada posisi itu secara tersembunyi ada peluang setan untuk memengaruhinya. Sebagian peluang setan ada pada dai atau pendakwah, sebagian peluang setan ada juga pada para pendengar atau penerima dakwah.

Dalam kenyataannya, ada sebagian dai yang ketika berdiri untuk memberikan ceramah di hadapan para pendengar, tujuannya hanyalah berceramah yang membuat para pendengar senang, berceramah yang mendatangkan pujian dari hadirin.

Seperti itulah setan memanfaatkan peluangnya untuk memengaruhi dai. Seolah-olah tujuan sebagian dai itu berceramah jauh dari Allah. Bukan untuk Allah, tetapi untuk pendengar. 

Sedangkan peluang setan untuk memengaruhi para pendengar atau hadirin, misalnya pendengar menyukai penceramah yang menguasai retorika, syair yang sesuai, cerita yang lucu dsb., sehingga ceramahnya enak dan mudah dimengerti.

Hadirin mendengarkan tetapi tidak menempatkan hal-hal yang didengarkan dalam hati mereka. Seakan-akan mereka mendengarkan tidak untuk Allah, melainkan hanya untuk mendapatkan kesenangan nafsu.

Ingatlah, ada dua macam kesenangan atau kenikmatan. Yaitu kesenangan ruhani dan kesenangan nafsu.

Kesenangan ruhani merupakan rahasia yang halus dan dalam. Seandainya seseorang mengetahui tentang itu, selama hidupnya sekali saja menemukan kenikmatan itu, dia akan mabuk dengan itu.

Sedangkan kesenangan nafsu selalu bersifat fana dan sementara. Kesenangan nafsu misalnya kesenangan dengan melihat wanita tunasusila yang menari. Orang-orang menyukai dai berceramah dengan selingan nyanyian. Mereka juga menyukai wanita tunasusila menyanyi. Dari hal itu bisa diketahui dengan jelas bahwa nafsu seseorang di satu sisi menikmati ceramah dai, di lain sisi juga menikmati nyanyian wanita tunasusila. Padahal orang tahu benar wanita itu tidak baik, akhlak, hubungan sosial dan pergaulannya patut dibenci. Tetapi bila orang menikmati perkataan dan nyanyiannya, ketahuilah itu sesungguhnya kenikmatan nafsu. Karena ruh tidak mungkin senang dengan hal yang kotor dan menjijikkan.

Sungguh memprihatinkan, dai yang tidak merasa bahwa pada dirinya tidak ada kesucian. Begitu pula para pendengar yang menzalimi jiwanya, tidak mengerti bahwa mereka duduk hanya untuk memperoleh kesenangan nafsu, tidak ada bagian untuk Allah.

Keadaan umat Islam dari waktu ke waktu tidak mengalami peningkatan, tapi malah mengalami penurunan. Masalahnya adalah orang-orang yang datang dalam pertemuan keagamaan tidak dengan keikhlasan. Tujuan para pendakwah baik dari kalangan kyai, cendekiawan muslim, syekh, atau sufi hanyalah ingin mendapatkan pujian. Pada waktu berceramah mereka bertuhan atau mengabdi kepada pendengar, menginginkan kesenangan dan kepuasan dari pendengar, bukan ridha Allah.

Tetapi orang-orang tulus yang ada hingga Kiamat, tidak pernah memiliki tujuan seperti itu. Tujuan mereka berdakwah adalah untuk Allah, untuk bersimpati dan berbelaskasihan pada umat manusia yang merupakan sarana utama untuk memperoleh ridha Allah Ta'ala. Mereka ingin memperlihatkan kepada dunia apa yang mereka sendiri lihat. Mereka ingin mempertunjukkan keagungan Allah.

(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 1, hlm. 204-205).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar