Rabu, 11 November 2020

Akal dan Hati

 


Beberapa orang jahil tidak mengetahui filsafat dewasa ini. Mereka menghubungkan semua usaha dan urusan baik dengan akal. Tetapi mereka tidak begitu tahu bahwa akal hanya punya kecakapan untuk dalil dan argumen. Dalam akal ada kekuatan berpikir, mengingat dan menghafal. Sedangkan di dalam hati ada sesuatu yang karenanya ia sebagai pemimpin.

Dalam akal ada semacam kesulitan dan keraguan. Sedangkan dalam hati tidak ada kesulitan dan keraguan. Oleh karena itu, hati memiliki hubungan dan kecocokan dengan Robbul 'arsy (Tuhan Yang memilki Singgasana). Hanya dengan kekuatan indera hal itu bisa dikenali, tanpa perlu dalil dan argumen.

Dalam Hadis Syarif terdapat sabda Nabi Muhammad saw.:

اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ - اَلْبِرُّ مَا اطْمَاَنَّتْ اِلَيْهِ النَّفْسُ وَطْمَاَنَّ اٍلَيْهِ الْقَلْبُ - وَالْاِثْمُ مَا حَاكَ فِى النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِى الصَّدْرِ وَاِنْ اَفْتَاكَ النَّاسُ وَاَفْتُوْكَ

"Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah apa yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu, walaupun kamu meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa." (HR. Ahmad no. 17545).

Mintalah fatwa dari hati. Tidak dikatakan, mintalah fatwa dari akal. Benang (hubungan) ketuhanan terikat dengan hati. Jangan dianggap jauh hubungan Allah dengan hati. Hal itu sulit, tetapi orang yang menyucikan jiwa mengetahui bahwa karunia ini ada di hati. Seandainya di dalam hati tidak ada kekuatan ini, maka keberadaan manusia dianggap tidak berguna.

Para sufi dan mujahid yang sibuk dalam kegiatan tasawuf dan mujahadat, tahu benar bahwa terlihat keluar pilar cahaya  dari hati secara nyata, dalam bentuk garis lurus naik ke langit. Perkara ini jelas dan benar. Aku tidak bisa menggambarkan ini dengan contoh spesifik. Tentu, orang-orang yang harus melakukan mujahadat atau orang-orang yang ingin menempuh tingkat suluk (orang-orang yang ingin mencari Allah dan dekat dengan-Nya), mereka benar-benar menemukan-Nya dari pengamatan dan pengalaman mereka. Seakan-akan ada benang halus di antara hati dengan langit (Allah).

Datang satu zaman pada manusia, yang pada waktu itu tidak ada kekuatan hati dan akal. Kemudian datang zaman akal. Pada waktu itu kekuatan akal berkembang dengan baik. Kemudian datang zaman hati. Pada waktu itu hati menjadi terang dan tercerahkan. Saat itu manusia mencapai kedewasaan ruhani, akal menjadi tunduk pada hati, dan kekuatan akal tidak mengungguli kekhasan dan kekuatan hati.

Ingatlah, penggunaan akal  bukanlah kekhususan bagi orang beriman. Semua orang menggunakan akal. Orang-orang yang sibuk dalam urusan dan usaha duniawi, semuanya menggunakan akal. Kekuatan akal mereka berkembang sepenuhnya. Setiap hari mereka menemukan dan menciptakan hal-hal baru dalam urusan dan usaha mereka. Lihatlah Eropa dan dunia baru, berapa banyak orang yang menggunakan kekuatan akal? Berapa banyak penemuan baru yang dilakukan?

Ketika ada penggunaan hati, ketika manusia menjadi milik Allah, pada waktu itu kerajaan hati memperoleh kekuatan dan kekuasaan, kemudian manusia disebut insan kamil (manusia sempurna).

(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 1, hlm. 209-210)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar