Rabu, 21 Oktober 2020

Istiqamah

 


Dikatakan (oleh para ulama Tasawuf):

اَلْاِسْتِقَامَةُ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ كَرَامَةٍ

"Istiqamah lebih baik daripada seribu karamah."

Contoh sikap istiqamah Nabi Ibrahim as. Dalam mimpi beliau diperintahkan untuk mengurbankan anak laki-laki beliau. Meskipun itu barangkali tafsir mimpi yang beliau fahami dan yakini, tetapi begitu kuat iman beliau kepada Allah Ta'ala, dan sangat kuat sikap istiqamah beliau. Sehingga setelah menerima perintah itu, beliau segera bersiap menyembelih putra remajanya dengan tangan beliau sendiri.

Sekarang ini, jika seseorang anaknya meninggal karena menderita penyakit, maka dalam batinnya muncul seribu keraguan tentang Allah Ta'ala. Dia membuka mulut untuk mengeluh dan mencela.

Tetapi Ibrahim as. berbeda, beliau yang sangat setia dan taat pada Allah, rela menghancurkan rasa cintanya kepada anak laki-lakinya dan siap mengurbankannya demi Allah. Tentu Allah Ta'ala tidak akan pernah menghancurkan sosok seperti itu. Dengan lantaran doa, pakaian beliau pun diberkahi. 

Ingatlah, jerih payah dan penderitaan orang beriman ada pahalanya. Orang awam tidak diberi bagian darinya.

Begitu banyak musibah dan kesulitan yang menimpa pada Rasulullah Muhammad saw., dalam kehidupan beliau yang berlangsung di Mekah selama 13 tahun. Kita bahkan tidak bisa memperkirakannya. Hati kita bergetar ketika membayangkannya. Dari kenyataan itu, diketahui kebesaran Rasulullah Muhammad saw. yang lapang hati, teguh, dan istiqamah. Sungguh beliau manusia yang mulia. Gunung kesulitan dan penderitaan bertubi-tubi menghadang beliau, tetapi hal itu tidak bisa menggoyahkan beliau sedikit pun. Beliau tidak malas dan susah sesaat pun dalam menjalankan tugas. Beberapa orang yang salah faham mengatakan, "Beliau insan yang dicintai dan dipilih oleh Allah, lalu mengapa musibah dan kesulitan itu bisa datang pada beliau?" Jawabnya, untuk mendapatkan air saja, bila bumi belum digali, air belum bisa keluar. Setelah bumi digali sangat dalam, barulah kemudian keluar air yang menyenangkan, yang menjadi modal kehidupan.

Demikian pula, kenikmatan yang diperoleh dengan menunjukkan keteguhan dan kestabilan langkah di jalan Allah Ta'ala, tidak bisa dicapai selama manusia belum melewati berbagai musibah dan kesulitan itu. Orang-orang yang tidak mengetahui jalan itu, tidak bisa mengenal dan merasakan kenikmatan penderitaan itu. Apakah mereka tahu, ketika kesulitan dan penderitaan menimpa beliau, dari dalam menyemburlah sumber kesenangan dan kenikmatan.

Tawakal kepada Allah Ta'ala melahirkan keyakinan pada cinta dan pertolongan-Nya.

(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 1, hlm. 333-334).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar