Ada sekelompok manusia yang berada di bawah kekuasaan nafsu amarah. Mereka tidak takut pada Allah dalam berbuat. Ada kelompok manusia lainnya yang karena takut pada Allah Ta'ala hati mereka menjadi lunak. Mereka sering menghadap Allah, sehingga akhirnya menemukan ketenangan di hati, dan ada kepuasan dengan janji-janji Allah Ta'ala. Mereka mencapai kondisi diridhai oleh Allah. Allah Ta'ala senang dengan ketaatan mereka. Mereka seakan-akan terikat dengan Allah Ta'ala, seperti ikatan cabang dengan pohon atau ikatan anggota tubuh dengan tubuh. Manusia pada derajat ini disebut "anggota badan Allah" (jawaarihul Haq). Manusia yang mencapai nafsu muthmainnah ini mempunyai kedudukan yang mulia.
Dari ajaran Quran Karim terbukti, ada banyak tingkatan atau derajat manusia. Saat pertama kali manusia selamat dari gejolak nafsu amarah, dan berjalan di atas jalan kebaikan, maka dia disebut orang bertakwa (muttaqi) pada tingkat awal. Orang bertakwa (tingkat awal) berhadapan dengan nafsu lawwamah. Nafsu yang lebih rendah dari itu adalah nafsu amarah.
Orang bertakwa tetap berperang dengan hawa nafsunya. Dengan semangat, dia ingin mengalahkan dan menguasai hawa nafsu itu. Kondisi ini di bawah kendali nafsu lawwamah. Nafsu ini cenderung menyalahkan atas keburukannya dan bertahan untuk selamat dari keburukan. Dengan demikian diketahui, jika manusia memperhatikan perkataan atau perbuatannya, lalu menyalahkan diri sendiri bila ada keburukan, maka dengan karunia dan dukungan Allah Ta'ala, dia akan menemukan jalan untuk selamat dari berbagai keburukan.
Beriman kepada yang Gaib (yu'minuuna bil ghoib) adalah keadaan taraf pertama orang bertakwa, yang sangat berbobot di sisi Allah Ta'ala.
Di dalam hadis sahih, Rasulullah Muhammad saw. bertanya kepada para sahabat, "Apakah kamu tahu, siapakah yang mengagumkan imannya?" Sahabat r.a. menjawab, "Iman engkau, ya Rasulullah." Beliau bersabda, "Bagaimana mungkin imanku, aku melihat Jibril setiap hari, melihat beberapa tanda bukti dari Allah setiap waktu." Kemudian sahabat bertanya, "Apakah iman kami?" Beliau bersabda, "Bagaimana mungkin iman kamu, kamu pun melihat beberapa tanda bukti." Akhirnya Rasulullah Muhammad saw. bersabda, "Orang-orang yang akan datang ratusan tahun sesudahku, iman mereka mengagumkan. Karena mereka tidak melihat tanda bukti seperti yang kamu lihat, tetapi mereka beriman kepada Allah Ta'ala."
Pendeknya, seandainya orang bertakwa pada tingkatan awal itu meninggal, Allah Ta'ala akan memasukkan dan menulis namanya dalam kelompok orang bertakwa. Meskipun dia belum mengalami berwawansabda dengan Allah, dan belum memperoleh nikmatnya berwawansabda denganNya, tetapi dia menunjukkan, tidak hanya beriman kepada Allah Ta'ala, bahkan juga membuktikan iman itu dengan perbuatannya, yakni menegakkan shalat.
Orang dalam keadaan takwa seperti ini, masih ada godaan atau bisikan buruk dalam hatinya pada waktu shalat. Muncul berbagai macam khayalan dan keragu-raguan yang membuyarkan konsentrasinya dalam shalat. Meski demikian, dia tidak lelah, tidak putus asa, dan tidak meninggalkan shalat. Sebagian orang lain setelah menjalankan shalat beberapa hari dan dalam hatinya mulai muncul syak wasangka, khayalan liar, dan akhirnya berhenti shalat. Tetapi orang bertakwa tidak menyerah, dan terus nenerus menegakkan shalat.
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 1, hlm. 190-191).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar