Keyakinan kami, seperti yang disebutkan dalam hadis:
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَءْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (al-Fatihah)." (Shahih al-Bukhari 756, Shahih Muslim 394a).
Orang yang melakukan shalat, baik dalam keadaan di belakang imam (dalam shalat jamaah), maupun dalam shalat munfarid atau shalat sendiri, seharusnya membaca surat Al-Fatihah. Tetapi seharusnya imam membaca surat Al-Fatihah tidak dengan cepat-cepat. Sebaliknya, dia membacanya dengan pelan-pelan, agar makmum bisa mendengarkan dan juga bisa membaca sendiri. Atau imam sesudah membaca setiap ayat, memberi jeda atau waktu berhenti sebentar, sehingga makmum juga bisa membaca atau menirukan ayat itu. Bagaimana pun, hendaklah makmum diberi kesempatan, agar bisa mendengarkan bacaan surat Al-Fatihah dan bisa membacanya sendiri.
Orang yang shalat, wajib membaca surat Al-Fatihah karena ia adalah Ummul Kitab (induk kitab). Tetapi barangsiapa yang telah berusaha untuk menggabungkan diri dalam shalat jamaah, akhirnya mendapatkan rukuk, dan tidak bisa mengikuti yang sebelumnya, maka itu dihitung satu rakaat, meskipun dia tidak membaca surat Al-Fatihah. Karena disebutkan dalam Hadis Syarif bahwa siapa yang mendapatkan rukuk (bersama imam, dalam shalat jamaah), maka itu dihitung satu rakaat.
Ada dua tahap permasalahan.
Pertama, Rasulullah Muhammad saw. bersabda bahwa dalam shalat, orang wajib membaca surat Al-Fatihah, karena ia adalah Ummul Kitab dan inti shalat.
Kedua, karena agama didasarkan pada kemudahan, kelembutan, dan keringanan, sebab itu Rasulullah Muhammad saw. bersabda bahwa orang yang telah berusaha cepat-cepat untuk menggabungkan diri dalam shalat jamaah, dan dia mendapatkan rukuk bersama imam, berarti dia mendapatkan satu rakaat. Dia bukanlah mengingkari surat Al-Fatihah, melainkan memperoleh rukhsah (keringanan), karena terlambat sampainya dalam shalat jamaah. Jelas, apabila dalam shalat (jamaah) seseorang bisa mendapatkan tiga bagian (rakaat) dengan penuh, dan satu bagian kurang penuh dikarenakan terlambat, hal itu tidak ada kurangnya. Sebaiknya dia mengamalkan rukhsah. Ya, orang yang dengan sengaja menunda-nunda, dan akhirnya terlambat dalam bergabung dalam shalat jamaah, maka shalatnya rusak atau cacat.
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 1, hlm. 201-202).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar