Ingatlah, setelah bai'at seharusnya ada perubahan. Jika seseorang sesudah mengikrarkan bai'at tidak ada perubahan keadaannya, berarti dia tidak menghargai bai'atnya. Bai'at bukanlah permainan anak-anak. Seseorang dikatakan melakukan bai'at hakiki, bila seolah-olah dia mencapai kematian pada kehidupan sebelumnya, dan kemudian memulai kehidupan baru. Orang yang melakukan bai'at terjadi perubahan dalam berbagai hal. Relasi-relasi sebelumnya terhapus, kemudian muncul relasi-relasi baru. Tatkala para sahabat nabi r.a. menjadi muslim, maka muncul beberapa masalah pada sebagian sahabat. Misalnya mereka terpaksa terpisah dengan teman-teman dan keluarga mereka. Umar bin Khattab r.a. sebelum masuk Islam sering bertemu dengan Abu Jahal. Bahkan tertulis dalam sejarah bahwa Abu Jahal pernah merencanakan untuk menghabisi hidup Nabi Muhammad saw. Dia juga menyiapkan sejumlah uang sebagai hadiah bagi orang berhasil menghabisi hidup Nabi Muhammad saw. Umar bin Khattab terpilih untuk melaksanakan tugas itu. Karena itu beliau mulai menajamkan pedang dan mencari kesempatan yang tepat. Akhirnya Umar mengetahui bahwa pada waktu tengah malam, Nabi Muhammad saw. pergi ke Ka'bah dan menjalankan salat di sana. Maka Umar pun dengan diam-diam pergi ke Ka'bah.
Umar mengatakan, "Nabi Muhammad saw. sangat khusyuk berdoa dalam sujudnya. Sehingga aku tidak punya keberanian untuk menggunakan pedangku. Ketika beliau selesai melaksanakan salat dan berjalan menuju rumah beliau, aku membuntuti beliau. Beliau mendengar suara langkah kakiku. Maka beliau bertanya: siapa kau? Aku menjawab: Umar. Beliau mengatakan: Wahai Umar, engkau tidak pernah berhenti membuntutiku siang dan malam. Umar berkata: Dari perkataan beliau itu aku merasa, sekarang beliau akan berdoa buruk. Oleh sebab itu, aku mengatakan: Wahai Muhammad saw., sesudah hari ini aku tidak akan menyakitimu."
Karena di kalangan orang Arab perhatian untuk pemenuhan janji sangat berharga, maka Nabi Muhammad saw. mempercayai janji Umar. Sebenarnya telah tiba waktunya hidayah untuk Umar. Terlintas dalam hati Nabi Muhammad saw. bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan Umar. Demikian, akhirnya Umar menjadi muslim. Seketika itu putus hubungan beliau dengan teman-teman lama beliau, seperti Abu Jahal dan para musuh Nabi Muhammad saw. lainnya. Sebagai gantinya, terciptalah suatu persaudaraan baru. Beliau bertemu dengan Abu Bakar r.a. dan sahabat-sahabat nabi yang lain. Setelah masuk Islam, beliau tidak memikirkan lagi relasi-relasi yang lalu.
Pendek kata, dalam jemaah ini ada rangkaian cobaan atau ujian, banyak yang menderita kehilangan, dan banyak yang terpaksa menerima kematian.
Kami mengiakan (membenarkan) bahwa dari antara orang-orang yang masuk dalam jemaah ini, sebagian ada yang pengecut dan banyak yang pemberani.
Pada suatu waktu, masalah dapat diselesaikan. Tetapi pada waktu ada cobaan, orang sangat sulit untuk tetap mempunyai tabiat yang kuat. Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman:
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْآ اَنْ يَّقُوْلُوْآ اٰمَنَّا وَھُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ
"Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja dengan mengatakan, kami beriman, dan mereka tidak akan diuji?" (Al Ankabut, 29:2).
Singkatnya, ujian adalah sesuatu yang penting dan tidak bisa dihindari. Orang yang masuk dalam jemaah ini tidak sepi dari ujian atau cobaan. Banyak teman kita, mereka berada di sisi kita, tetapi terpaksa berpisah dengan ayah mereka.
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 5, hlm. 225-226).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar