Minggu, 15 September 2019

Takut dan Cinta pada Allah



Ibadah ada dua bagian. Pertama, manusia takut pada Allah Ta'ala, sebagaimana Dia memang berhak ditakuti. Karena takut pada Allah Ta'ala membawa manusia kepada sumber kesucian. Ruhnya melunak, dia terangsang ke arah Tuhan, dan terwujud ibadah hakiki. Kedua, manusia cinta pada Allah, sebagaimana Dia memang berhak dicintai. Untuk itu difirmankan dalam Quran Syarif:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْآ اَشَدُّ حُبًّاً لِلّٰهِ
"Adapun orang yang beriman, mereka lebih besar cintanya kepada Allah." (Al Baqarah, 2:165).
Orang beriman menganggap bahwa cinta pada dunia bersifat sementara, dan menetapkan kekasih sejati adalah Allah Ta'ala. Takut dan cinta pada Allah, inilah dua hak Allah Ta'ala, yang seharusnya setiap manusia dapat memenuhinya. Untuk pelaksanaan kedua hak itu, sebenarnya dalam setiap ibadah terkandung semacam hak Allah. Tetapi untuk pelaksanaan kedua hak Allah tersebut Islam menentukan dua bentuk ibadah khusus (ibadah salat dan haji). Takut dan cinta adalah dua hal yang secara lahiriah kelihatan tidak mungkin berkumpul pada satu tempat. Karena seseorang bila takut pada sesuatu, bagaimana mungkin dia bisa mencintai sesuatu yang ditakuti itu? Namun hendaklah diingat baik-baik bahwa takut pada Allah Ta'ala mempunyai keadaan yang terpisah sama sekali dengan cinta pada Allah Ta'ala. Saat manusia semakin takut pada Allah Ta'ala, akan semakin bertambah cintanya pada-Nya. Sebaliknya, semakin meningkat cintanya pada Allah, semakin meningkat pula rasa takutnya pada-Nya. Kemudian dia merasa benci pada keburukan dan tertarik pada kesucian. Jadi, untuk memenuhi kedua hak Allah, Islam menerapkan kewajiban salat, yang di dalamnya terdapat rasa takut pada Allah Ta'ala, dan ibadah haji untuk menunjukkan rasa cinta pada-Nya.
Dalam cinta ada semacam kegilaan. Ekspresi puncak kecintaan pada Allah ada dalam ibadah haji, contohnya berjalan mengelilingi ka'bah (thowaf), mencium hajar aswad, lari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah (sa'i), dan mencukur rambut kepala (tahallul). Dalam syariat Allah ini semuanya dilaksanakan dengan bahasa gambaran (simbol). Kemudian dalam korban pun menunjukkan kesempurnaan cinta. Seolah-olah Islam memberikan ajaran dan tekanan penuh pada manusia untuk memenuhi hak-hak Allah itu. (Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 4, hlm. 171-172).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar