Rabu, 18 September 2019

Pengaruh Kesalehan Orang tua terhadap Anak cucunya



Perbuatan buruk tentu berbuah buruk juga. Karena keburukan adalah sesuatu yang ruh manusia tidak mungkin senang padanya. Lalu, di mana nikmatnya keburukan? Dalam setiap perbuatan buruk akhirnya menimbulkan kerugian pada hati, dan manusia merasakan ada kotoran pada hatinya. Akhirnya manusia menyadari, mengapa dia melakukan kebodohan seperti itu. Pendeknya, tidak ada kehidupan surgawi bagi manusia kecuali dengan menyelamatkan diri dari keburukan dan percaya kepada Allah Ta'ala. Karena itu, bagi  orang  yang kembali kepada Allah Ta'ala dan percaya pada-Nya sebelum datangnya musibah, Allah Ta'ala akan menolongnya pada waktu terjadi musibah. Tetapi bagi orang yang tertidur (lalai), dia akan binasa pada waktu terjadi musibah.
Terbukti dari Quran Syarif dan Hadis, dan ditemukan dalam Kitab-kitab terdahulu bahwa perbuatan buruk kedua orang tua terkadang juga membawa bencana pada anak-anaknya. Diisyaratkan dalam firman Ilahi:
فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْھَا فَدَمْدَمَ عَلَيْھِمْ رَبُّھُمْ بِذَنْبِھِمْ فَسَوّٰىھَا - 
وَلَا يَخَافُ عُقْبٰھَا 
"Namun mereka mendustakan utusan Allah dan menyembelih (unta betina) itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah meratakan mereka dengan tanah, dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu" (Asy Syams, 91:14-15).
Barangsiapa menjalankan kehidupan dengan masa bodoh (tidak kenal takut pada Allah), Allah Ta'ala tidak akan peduli padanya. Lihatlah di dunia ini, orang yang dalam beberapa hari tidak menyapa majikannya, maka majikan itu memandang buruk padanya. Begitu pula orang yang memutuskan hubungannya dengan Allah Ta'ala, bagaimana mungkin Allah akan peduli padanya? Karena itu, Dia berfirman bahwa Dia akan menghancurkan orang-orang seperti itu dan tidak akan peduli pada anak-anaknya. Sebaliknya, bagi orang saleh dan bertakwa yang wafat, Allah Ta'ala akan menjaga anak-anaknya. Sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ini:
وًاَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلٰمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِى الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَّھُمَا وَكَانَ اَبُوْھُمَا صَالِحًا - فَاَرَادَ رَبُّكَ اَنْ يَّبْلُغَآ اَشُدَّھُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزُھُمَا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَ
"Adapun tembok ini adalah kepunyaan dua anak yatim di kota, dan di bawahnya terdapat harta kepunyaan dua anak itu, dan ayah mereka adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar mereka mencapai usia dewasa dan mengeluarkan harta simpanan mereka, sebagai rahmat dari Tuhanmu." (Al Kahfi, 18:82).
Karena kesalehan dan ketakwaan ayah mereka (dua anak yatim), Allah Ta'ala menjadikan Khidir dan Musa, Rasul Ulul Azmi sebagai pekerja agar memperbaiki tembok anak-anak (yatim) itu. Dari hal ini dapat diketahui derajat ayah mereka.
Dalam Kitab-kitab terdahulu juga ditemukan kejadian semacam itu. Allah Ta'ala memberikan berkah kebaikan hingga tujuh generasi. Daud as. bersabda bahwa beliau tidak pernah melihat anak-anak orang yang bertakwa mengemis. Inilah rezeki keridhaan Allah yang hanya menjadi hak orang bertakwa,  dan orang lain tidak menerimanya.
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 4, hlm. 223-224).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar