Kata syafii' (pemberi syafaat) berasal dari syafa' yang berarti pasangan. Orang disebut syafii' mungkin karena dia sebagai gambaran sempurna untuk dua posisi. Yakni gambaran sempurna ketuhanan (lahut) dan kemanusiaan (nasut). Menjadi gambaran sempurna untuk posisi ketuhanan, maksudnya kenaikannya ke arah Tuhan. Dia memperoleh setiap karunia dan berkah dari Tuhan. Menjadi gambaran sempurna untuk posisi kemanusiaan, maksudnya turunnya ke arah makhluk. Yakni karunia dan berkah yang dia peroleh dari Allah Ta'ala dia sampaikan kepada makhluk. Gambaran sempurna untuk kedua posisi itu adalah Nabi Karim Muhammad saw. Hal itu diisyaratkan dalam ayat Quran ini:
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلّٰی - فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ اَوْ اَدْنٰی
"Lalu ia mendekati, dan bertambah dekat. Maka ia berjarak dua busur atau lebih dekat lagi." (An Najm, 53:8-9).
Kami nyatakan bahwa bagian sempurna untuk posisi ketuhanan tidak ditemukan pada Nabi-nabi lain, selain Nabi Karim Muhammad saw. Beliau sangat menyukai bagian kemanusiaan dan termasuk juga keperluan-keperluan kemanusiaan. Maka pada diri beliau ditemukan semua hal ini dengan sempurna. Beliau menikah, juga mempunyai anak, juga mempunyai kelompok teman. Tatkala beliau memperoleh kemenangan, dengan adanya kekuasaan untuk memilih, beliau memilih meninggalkan balas dendam dan malah menunjukkan kasih sayang kepada para musuh. Selama keseluruhan kekuatan akhlak pada manusia tidak kuat, dia tidak akan dapat menunjukkan empati dan kasih sayang sepenuhnya pada manusia lain. Misalnya, orang yang tidak menikah, bagaimana dia bisa menghargai hak-hak istri dan anak-anak? Bagaimana dia bisa menunjukkan contoh kasih sayang dan empati pada mereka? Kerahiban itu menjauhkan empati. Oleh karena itu, Islam tidak membolehkan kerahiban. Pendek kata, pemberi syafaat sempurna (kamil syafii') adalah orang yang padanya didapatkan kedua bagian (bagian ketuhanan dan kemanusiaan) secara sempurna, karena seharusnya dia sebagai gambaran untuk kedua posisi itu.
Untuk menjadi pemberi syafaat (syafii') orang seharusnya mempunyai: Pertama, hubungan yang sempurna dengan Allah Ta'ala, agar memperoleh karunia dari-Nya. Kedua, hubungan yang kuat dengan makhluk-Nya, agar dia bisa menyampaikan karunia dan kebaikan yang diperolehnya dari Allah Ta'ala kepada sesama makhluk. Selama kedua hubungan ini belum kokoh bagi seseorang, dia tidak mungkin menjadi pemberi syafaat.
Pemberi syafaat sejati dan sempurna adalah Nabi Muhammad saw. Beliau yang telah mengeluarkan kaumnya dari penyembahan berhala dan segala macam perbuatan buruk dan dosa. Kemudian beliau menjadikan mereka umat yang unggul. Untuk bukti kesucian dan kebenaran beliau, pada setiap abad Allah Ta'ala mengirimkan contoh.
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah jld. 3, hlm. 97-98 & 101-102).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar