Rabu, 04 September 2019

Akibat Mengabaikan atau Memperhatikan Utusan Allah



Manusia hancur karena kelalaiannya. Barangsiapa tidak memperhatikan perkataan para Nabi dan Utusan Allah, menganggap keberadaan mereka tidak berguna, dan sama sekali tidak memikirkan ajaran suci mereka, akibatnya dia pasti tidak mendapatkan faedah sedikit pun dari mereka. Hendaklah kita mendengarkan perkataan Utusan Allah dengan  saksama dan penuh perhatian. Tetapi barangsiapa yang tidak memperhatikan dan memikirkannya, dia itu seperti orang yang punya telinga tetapi tidak mendengar, punya mata tetapi tidak melihat, dan punya hati tetapi tidak berpikir (mengerti). Inilah orang yang hatinya terkunci, dan yang ada tirai pada telinga dan matanya. Oleh karena itu dia menertawakan perkataan Utusan Allah Ta'ala, dan terhalang untuk mendapatkan semua manfaat dan kebaikan darinya. Akhirnya dia terpenjara dalam azab Ilahi.
Namun barangsiapa yang berbaik sangka dan mendengarkan perkataan Utusan Allah dengan sabar dan penuh perhatian, dia niscaya memperoleh manfaat. Cahaya kebenaran menerangi hatinya, matanya terbuka, dan muncul kekuatan pendengaran baru pada telinganya. Pikirannya memikirkan hal-hal yang bisa melahirkan amal nyata. Dia memperoleh ketenangan hati.
Di dunia ini pun kita melihat sunatullah bahwa ketika manusia mendapatkan kesempatan untuk berbuat kebaikan, tapi dia dengan sengaja menyia-nyiakannya, maka dengan lenyapnya kesempatan itu dia akan mengalami kesedihan. Begitu pula orang yang menemukan masa para Nabi dan Utusan Allah dan dia menyia-nyiakannya, dia akan terjebak dengan azab Ilahi. Sayang sekali, orang yang asyik dalam urusan duniawi tidak mengetahui rahasia ini. Seandainya dia mendapatkan informasi tentang keadaan orang-orang yang sudah mati, dan orang-orang mati bisa kembali ke dunia dan menceritakan keadaannya, maka semua manusia di dunia akan melangsungkan hidup seperti Malaikat, dan akan terjadi kekosongan dosa di dunia. Tetapi Allah Ta'ala tidak menghendaki yang demikian. Masalah itu tersimpan dalam tirai rahasia, agar pahala kebaikan orang-orang yang berbuat baik tidak rusak atau terbuang. Lihatlah, seandainya sebelum waktu ujian soal-soalnya sudah diedarkan. Bagaimana mungkin bisa diketahui kemampuan sebenarnya orang yang menjawabnya? Demikian, Allah Ta'ala menetapkan cara pertanggungjawaban yang bersih dari ketidaktepatan.
Seandainya semua masalah terbuka dari tirai
 dan tidak ada masalah yang tersembunyi (rahasia), orang-orang yang sudah mati datang  dan mengatakan bahwa Surga dan Neraka benar adanya, coba katakan, apakah di dunia bisa ada orang ateis dan penyembah berhala? Seandainya beberapa orang yang sudah mati di desa ini hidup kembali dan menceritakan semua fakta kehidupan sesudah mati pada para anak, cucu, dan kerabat, siapa yang tetap memalingkan muka? Tidak ada. Tetapi Allah Ta'ala tidak menghendaki seperti itu. Begitu pula, seandainya ada orang yang beriman (percaya) pada adanya matahari yang memberikan cahaya, apakah dia dapat memperoleh pahala dari kepercayaan itu? Tidak sedikit pun. Demikian, untuk penghargaan iman dan pembalasan kebaikan, Allah Ta'ala lebih suka ada beberapa penyembunyian (kerahasiaan). Orang yang bijaksana akan memperoleh kebahagiaan, sedangkan orang yang tidak tahu tidak memperolehnya.
(Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 3, hlm. 34-35).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar