Rabu, 21 Agustus 2019

Foto atau Lukisan Makhluk Bernyawa



Mengenai foto atau lukisan makhluk bernyawa, hendaklah dilihat apakah ada maksud untuk layanan dan kemanfaatan agamawi atau tidak? Apabila foto atau gambar  yang dipajang itu tidak berfaedah, dan bukan dimaksudkan untuk kemanfaatan agamawi, maka ini termasuk sesuatu yang tak ada gunanya. Allah Ta'ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ ھُمْ عَنِ الَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ
"Dan orang yang menjauhkan diri dari apa saja yang tak ada gunanya." (Al Mu'minun, 23:3).
Menjauhkan diri dari hal-hal yang tak ada gunanya adalah kekhasan orang beriman. Oleh karena itu, hendaklah kita menghindarinya. Namun memajang gambar makhluk bernyawa, bila mungkin sebagai sarana untuk layanan agamawi, itu tidak terlarang. Karena Allah Ta'ala tidak ingin menghancurkan dan menyia-nyiakan ilmu. Dengan demikian, seandainya untuk layanan Islam ada gambar, maka tidak ada keberatan dalam syariat. Karena hal yang menjadi pelayan syariat, tidak ada keberatan padanya.
Hendaklah diingat baik-baik, gambar makhluk bernyawa tidaklah haram, bahkan pengharaman itu berlebih-lebihan. Barangsiapa membuat dan memajang gambar yang tiada gunanya itu haram. Syariat dari satu sisi mengharamkan gambar makhluk bernyawa, dan dari sisi lain menghalalkannya. Perhatikan 'puasa'. Pada bulan Ramadan puasa itu boleh bahkan wajib. Tetapi pada hari Id (Idul Fitri dan Idul Adha) puasa itu haram.
Ada dua macam haram: pertama haram dengan zatnya, kedua haram dengan sifatnya. Haram dengan zatnya, misalnya daging babi. Ia haram sama sekali, baik babi hutan maupun  babi piaraan, putih maupun hitam, kecil maupun besar, semuanya haram.
Haram dengan sifatnya, misalnya uang yang diperoleh dengan pencurian atau perampokan atau perjudian. Tetapi jika seseorang mendapat uang dengan bekerja keras, dengan pekerjaan halal, maka uang itu halal.
Dalam Sahih Bukhari, hadis pertama disebutkan:
اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِا لنِّيَاتِ
"Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari).
Jika seorang pembunuh diambil fotonya (dipotret) dengan tujuan agar dengan lantaran foto itu dia dikenal dan bisa ditangkap, pemanfaatan foto ini tidak hanya boleh bahkan wajib. Begitu juga bila ada orang mengirimkan foto atau gambar penista Islam, bila perbuatan itu dikatakan haram, maka orang yang mengatakan haram itu zalim. Ingatlah, Islam bukanlah patung, melainkan agama yang hidup. Aku terpaksa mengatakan dengan sedih bahwa dewasa ini beberapa maulwi yang tidak faham memberikan fatwa yang salah. Dengan demikian, mereka memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk melontarkan kritikan pada Islam.
Salah satu nama Allah Ta'ala adalah "Mushowwir" (Pelukis atau Pembentuk). Difirmankan:
ھُوَ الَّذِىْ يُصَوِّرُكُمْ فِى الْاَرْحَامِ
"Dia ialah Yang membentuk kamu dalam rahim ibu." (Ali Imran, 3:6).
Lalu mengapa membuat gambar makhluk bernyawa dipersalahkan? Sebenarnya haramnya gambar itu bukan hakiki (ghoir haqiqi). Dalam keharaman yang bukan hakiki, hendaklah selalu dilihat pada niatnya.
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 3, hlm. 98-99).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar