Rabu, 10 Juli 2019

Ciri Kesempurnaan Iman




Ada dua sudut pandang untuk mengetahui kesempurnaan iman manusia.
Pertama, dapat dilihat ketika manusia sedang menghadapi musibah. Pada waktu itu bagaimana hubungan dia dengan Allah Ta'ala? Apakah dia tulus, ikhlas, dan benar-benar setia kepada Allah waktu menghadapi musibah itu? Apakah dia menerima kehendak Allah Ta'ala dengan lapang dada, dan senantiasa memuji-Nya? Atau sebaliknya, selalu mengeluh?
Kedua, dapat dilihat ketika manusia mencapai kenaikan derajat, memperoleh kemakmuran dan kejayaan. Apakah dia seperti sebelumnya, mempunyai hubungan baik dengan Allah Ta'ala dan senantiasa memuji-Nya? Apakah dia memaafkan musuh-musuhnya, berbuat baik pada mereka, dan selalu menunjukkan kebijaksanaannya yang tinggi? Atau sebaliknya, dalam keadaan berkuasa dan jaya dia malah melupakan Allah Ta'ala, dan ada perubahan keadaannya yang layak dikritisi?
Sehubungan dengan kebijaksanaan tinggi, misalnya seseorang dipukul keras oleh orang lain. Bila orang yang dipukul itu tidak punya kemampuan untuk menghukum atau membalas orang yang memukul, kemudian dia  menyatakan bahwa dia mendiamkan, tanpa membalas musuhnya (orang yang memukul), hal ini bukan termasuk akhlak dan kebijaksanaan tinggi, dan tidak bisa disebut kerendahan hati, karena dia memang tidak punya kekuatan untuk bisa membalas orang zalim itu. Sebaliknya, perhatikan Nabi Suci Muhammad saw. Tatkala orang-orang (kafir) Mekah membuat beliau keluar dari Mekah. Mereka senantiasa menimpakan berbagai kesulitan dan penderitaan pada beliau hingga 13 tahun. Bila kita membayangkannya hati pun menjadi bergoncang. Semua orang mengetahui beliau benar-benar menunjukkan kesabaran pada waktu itu. Setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau mendapatkan kesempatan untuk penaklukan Mekah. Dengan memperhatikan kesulitan, penderitaan, dan kekerasan yang orang-orang (kafir) Mekah timpakan pada beliau dan para sahabat beliau waktu itu hingga 13 tahun, maka beliau punya hak untuk melakukan pembantaian umum dan pemusnahan semua musuh dari kalangan orang-orang kafir Mekah. Dalam perlakuan seperti itu terhadap para musuh, musuh pun tidak punya hak untuk memprotes beliau. Oleh karena itu, seandainya ada daya kemarahan pada beliau, maka ini kesempatan beliau untuk membalas dendam, karena semua musuh beliau telah menjadi tahanan. Namun bertentangan dengan itu, bagaimana perlakuan beliau terhadap mereka? Beliau membebaskan semua musuh itu dan bersabda, "Laa tatsriiba 'alaikumul yaum" (Pada hari ini tak ada celaan atas kamu). Ini bukanlah hal kecil. Lihatlah gambaran penderitaan dan kesulitan yang ditimpakan pada Nabi Suci Muhammad saw. di Mekah. Kemudian perhatikan akhlak beliau. Beliau punya kekuatan bagaimana memaafkan para musuh yang bengis. Inilah contoh akhlak luhur beliau yang tiada bandingnya.
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 3, hlm. 47-48).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar