Setiap orang yang beriman kepada Allah mengakui bahwa manusia diciptakan untuk Allah. Oleh karena itu, puncak seluruh kebahagiaan dan kegembiraan terletak pada penyerahan segalanya untuk Allah Ta'ala. Apa yang seharusnya ada dalam hubungan Tuhan dengan hamba terwujud sepenuhnya. Selama manusia tidak menguatkan hubungan dengan Allah dan tidak melakukan perbuatan baik, niscaya dia tidak akan pernah dapat menemukan kesejahteraan sejati. Tujuan utama kedatangan para Nabi adalah mengembalikan kekayaan (kesejahteraan) yang hilang itu pada manusia, yang terdapat dalam hubungan Tuhan dengan hamba. Namun jika manusia berusaha menjauh dari Allah Ta'ala, dan memutus rantai cinta yang seharusnya ada di antara Tuhan dengan hamba, maka terjadilah perbuatan Allah, yakni Dia juga menjauh dari manusia. Karena kejauhan itulah maka kegelapan menguasai hati manusia. Sebagaimana bila orang menutup pintu kamar dari arah matahari, kamar akan dipenuhi oleh kegelapan. Begitu pula karena orang memalingkan muka dari arah Allah, maka batin atau hatinya akan dipenuhi dengan kegelapan. Semakin menjauh manusia dari Allah Ta'ala, semakin meningkat kegelapan dalam hatinya. Sehingga akhirnya hati manusia menjadi hitam sama sekali. Sebutan lain kegelapan hati ini adalah Jahannam, darinya terciptalah azab. Jika manusia berusaha untuk selamat dari azab itu, dan meninggalkan hal-hal yang menyebabkan manusia jauh dari Allah Ta'ala, maka Allah Ta'ala dengan rahmat-Nya akan kembali padanya. Seperti halnya dengan orang membuka jendela-jendela, cahaya yang hilang akan datang lagi dan menjauhkan kegelapan. Demikian pula cahaya kebahagiaan dan kesejahteraan yang telah hilang akan diberikan lagi pada manusia yang kembali pada Allah, dan dia memperoleh manfaat penuh darinya. Inilah hakekat tobat, yang contoh-contohnya kita saksikan dalam hukum alam (sunatullah). Layak diingat bahwa azab yang datang pada beberapa umat pada masa para Nabi, seperti azab pada umat Nabi Luth as., atau azab pada umat Yahudi dengan lantaran Nebukadnezar (dari Persia) dan Titus dari Romawi, penyebabnya bukan hanya karena perbedaan akidah atau pendapat, melainkan karena kejahatan, kecongkakan umat itu, dan berbagai kesulitan serta penderitaan yang mereka timpakan pada para Nabi. Akibatnya semua kejahatan mereka itu kembali pada mereka dan memusnahkan mereka. Sebagaimana dalam prinsip-prinsip pemerintahan ada aturan, orang yang mengganggu keamanan umum, seperti pencuri, perampok, pemberontak, atau para pelaku kriminal lainnya diberi hukuman semata-mata agar menjadi peringatan baginya dan orang lain, serta agar terwujud suasana aman di masa depan. Begitu pula Allah Ta'ala telah menetapkan peraturan bahwa Dia akan memberikan hukuman pada para penjahat dan pembangkang yang mengabaikan batas-batas dan perintah-perintah-Nya, agar mereka tidak melampaui batas. Hendaklah diingat pula bahwa hukuman ini sebagai rahmat bagi orang-orang yang memandangnya sebagai peringatan. Karena bila tidak ada hukuman maka keamanan akan hilang, dan akibat akhirnya sangat buruk.
(Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 2, hlm. 379).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar