Ingatlah sungguh-sungguh, kebohongan adalah musibah yang sangat buruk, yang menghancurkan manusia. Lebih dari itu, apakah bahaya kebohongan? Orang yang mendustakan Utusan Allah Ta'ala dan ayat-ayat-Nya akan layak mendapat azab. Maka kalian wajib berikhtiar untuk tulus atau jujur.
Dalam ceritera tetang Syaikh Sayyid Abdul Qadir Jailani (semoga rahmat Allah tercurah padanya), tertulis: Tatkala dia keluar dari rumah untuk mencari ilmu, ibunya memberinya sangu 80 dirham emas yang diletakkan dalam saku yang terjahit rapat di
bagian ketiak bajunya. Ibunya memberi nasehat, "Anakku, jangan pernah berkata bohong." Setelah Abdul Qadir berpamitan pada ibunya dan meninggalkan rumah, dalam perjalanannya bersama rombongan kafilah dagang mereka melewati sebuah hutan. Di sana ada segerombolan besar perampok. Di sana mereka bertemu sekelompok perampok. Perampok menangkap Abdul Qadir dan bertanya, "Kamu membawa apa?" Abdul Qadir memperhatikannya, inilah ujian tahap pertama yang dia hadapi. Dia ingat nasihat akhir ibunya dan dengan cepat dia menjawab, "Aku membawa 80 dirham emas, ibuku menaruhnya dalam saku yang dijahit rapat di bagian ketiak bajuku." Mendengar jawaban itu perampok merasa heran sekali. Dia belum pernah melihat orang yang begitu jujur seperti itu. Kemudian perampok membawa Abdul Qadir (muda) ke hadapan pemimpinnya, dan menceritakan tentang jawaban polos Abdul Qadir. Ketika pemimpin perampok menanyakan hal yang sama padanya, dia pun masih tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Akhirnya, ketika saku di bagian ketiak bajunya yang terjahit rapat itu disobek, ternyata di dalamnya betul-betul ada 80 dirham emas. Semuanya merasa takjub. Karena itu pemimpin perampok menanyakan, "Apa yang membuat kamu konsisten dengan kejujuran?" Abdul Qadir menyebutkan nasihat ibunya, dan kemudian berkata, "Aku telah keluar dari rumah untuk mencari ilmu agama. Bila pada tahap pertama saja aku berkata bohong, lalu apa yang dapat aku peroleh? Oleh karena itu, aku tidak meninggalkan kejujuran." Waktu dia menjelaskan hal itu, pemimpin perampok
menangis lalu bersujud. Dia bertobat atas dosa-dosanya yang lalu. Dia mengatakan bahwa dia akan menjadi muridnya yang pertama.
Pendek kata, kejujuran adalah sesuatu yang bisa menyelamatkan manusia pada waktu sesulit apapun. Semakin banyak manusia mengupayakan dan mencintai kejujuran,
semakin banyak pula kecintaan dan pengenalan pada firman Allah Ta'ala dan Nabi-nabi yang muncul dalam hatinya. Karena mereka sebagai contoh dan sumber kejujuran. Allah berfirman: كُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ
"Sertailah orang-orang yang tulus." (Al Bara'ah, 9:119).
Ringkasnya, kesempurnaan kedua dari antara orang-orang yang telah Allah beri kenikmatan adalah kesempurnaan orang-orang yang tulus. Dengan pencapaian kesempurnaan itu, orang terbuka untuk mendapatkan kebenaran dan pengetahuan Quran Syarif. Tetapi karunia ini terjadi hanya dengan pertolongan Ilahi. Sudah menjadi keyakinan kami bahwa orang sulit menggerakkan satu jari pun tanpa ada bantuan dan karunia Allah Ta'ala. Ya... Kewajiban manusia adalah berusaha dan berjuang sekuat tenaga, serta berdoa untuk mendapatkan taufik-Nya. Jangan pernah putus asa. Karena orang beriman tidak pernah putus asa. Sebagaimana difirmankan oleh Allah:
لًا يَايْىَٔسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ
"Tiada yang putus asa akan kemurahan Allah selain kaum kafir." (Yusuf, 12:87).
Keputusasaan adalah musibah yang sangat buruk. Pada dasarnya orang yang putus asa adalah orang yang berburuk sangka pada Allah Ta'ala. Ingatlah baik-baik, semua kerusakan dan keburukan terjadi karena buruk sangka. Oleh karena itu, Allah Ta'ala benar-benar melarangnya. Allah berfirman, "Sesungguhnya prasangka dalam beberapa hal itu dosa." (Al Hujurat, 49:12).
(Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 2, hlm. 171-172).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar