Rabu, 10 April 2019

Konsekuensi Penolak Wali Allah



Dengan bersumpah demi Allah, aku menyatakan bahwa Allah Ta'ala telah mengangkat dan mengutus aku. Bila dalam hati seseorang ada keagungan Allah Ta'ala, maka dia  tidak akan menolak. Dia akan takut jangan sampai termasuk orang yang mengurangi keagungan-Nya. Namun hal ini hanya terjadi apabila dia mempunyai iman yang hakiki pada Allah Ta'ala, dia takut pada hari pembalasan, dan dia mengamalkan firman Allah:
لَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ
"Janganlah mengikuti apa yang engkau tak mempunyai pengetahuan tentang itu." (Bani Israil, 17:36).
Kekuatan akal dan kekuatan iman sebagian orang menuntun mereka sampai mengatakan bahwa orang yang menolak nabi dia menjadi kafir, tetapi mengapa dengan menolak wali mesti dianggap tidak percaya (pada Allah)? Mereka menganggap bahwa dengan menolak seseorang tidak ada ruginya. Mereka menganggap bahwa menolak wali Allah merupakan hal yang biasa. Mereka mempertanyakan bahwa dengan hal itu apakah yang rusak?
Hakekatnya, penolakan terhadap wali Allah bisa menjadi penyebab hilangnya iman. Barangsiapa memikirkan masalah itu, itu akan kelihatan dengan jelas, bahkan akan nampak seperti penampakan suatu bentuk dalam cermin. Hendaklah diingat bahwa ada dua cara hilangnya iman. Pertama, karena penolakan terhadap para nabi. Siapapun tidak menyangkal hal ini, dan ini hal yang pasti. Kedua, karena penolakan terhadap para wali Allah dan orang-orang yang ditunjuk atau diangkat oleh Allah. Dengan penolakan terhadap para nabi menyebabkan hilangnya iman. Hal ini sangat jelas dan semuanya mengerti. Namun hendaklah diingat, penolakan terhadap para nabi bisa menghilangkan iman karena para nabi mengatakan bahwa mereka telah datang dari sisi Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman bahwa apa saja yang mereka katakan adalah firman- Nya. Ini nabi-nabi-Nya, berimanlah pada mereka. Berimanlah pada Kitab-Nya, dan laksanakan perintah-perintah-Nya. Barangsiapa tidak beriman pada Kitab Allah, dan tidak mengamalkan wasiat dan batasan yang dijelaskan di dalamnya, berarti dia menolak Kitab itu dan menjadi kafir. Tetapi orang yang kehilangan iman karena penolakan terhadap para wali Allah keadaannya berbeda. Dalam satu hadis qudsi, Allah Ta'ala berfirman:
مَنٔ عَادَى لِى وَلِِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
"Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku akan berperang dengannya." (H.R. Bukhari, hadis qudsi no. 25).
Tatkala ada orang sangat mencintai seseorang lainnya, seperti seorang ayah sangat mencintai anaknya, sementara itu sehubungan dengan anak yang sangat dicintai itu ada orang lain yang mendoakan buruk, atau mengutarakan kata-kata yang menyakitkan hati dan menyedihkan, niscaya ayah anak itu tidak akan senang dengan kata-kata itu, dan dia tidak akan bisa mencintai orang lain itu. Hal ini merupakan masalah prinsipiil. Demikian pula para wali Allah pun seperti anak Allah. Karena mereka telah melepaskan jubah kedewasaan jasmani, dan mendapatkan pemeliharaan dan asuhan dalam rahmat pelukan Allah Ta'ala. Allah sendiri pengatur, penjamin mereka, dan Yang memiliki perhatian untuk mereka. Apabila ada orang (sekalipun dia orang yang melaksanakan salat dan puasa) memusuhi mereka (para wali) dan siap menyakiti mereka, maka bergolaklah kemarahan Allah Ta'ala dan meletup kemarahan-Nya pada orang yang memusuhi mereka. (Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah jld. 2, hlm. 154-155).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar