Rabu, 24 April 2019

Jalan untuk Menjadi Insan Kamil



Pikirkan, dalam surat pertama (Al Fatihah) ini Allah Ta'ala dengan gamblang telah menunjukkan kepada kita jalan untuk memperoleh karunia. Dalam surat yang disebut juga Khotamul Kutub dan Ummul Kitab ini telah diterangkan dengan jelas, apa tujuan hidup manusia, dan apa jalan untuk mencapainya. ُاِيَّاكَ نَعْبُد (kepada Engkau kami mengabdi), seolah-olah menjadi tuntutan dan tujuan utama fitrah manusia. Kalimat itu mendahului kalimat اِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (kepada Engkau kami mohon pertolongan). Hal ini menjelaskan  bahwa pertama-tama manusia dengan sepenuh kekuatan, semangat, dan pengetahuannya harus berikhtiar dan berjuang di jalan keridaan Allah Ta'ala, memanfaatkan sepenuhnya kekuatan pemberian Allah Ta'ala. Kemudian, hendaklah berdoa kepada Allah Ta'ala untuk penyelesaian dan hasil baiknya. Maksud dan tujuan hidup manusia adalah mencari jalan yang benar, dan berjalan di atas jalan yang benar, yang dalam surat ini dijelaskan dengan kalimat:
اِھْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ . صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْھِمْ
"Pimpinlah kami pada jalan yang benar. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan." (Al Fatihah, 1:5-6).
Inilah doa yang disampaikan dalam setiap salat dan dalam setiap rakaat. Doa ini begitu sering diulang-ulang, hal ini menunjukkan betapa pentingnya doa tersebut. Jemaah kami,  ingatlah bahwa ini bukanlah hal biasa, dan maksud esensinya bukan hanya mengulang-ulang kalimat doa ini seperti burung beo. Melainkan doa ini sebagai sebuah resep yang efektif untuk membuat manusia menjadi insan kamil dan insan yang tidak berbuat salah.
Jangan pernah lupa bahwa beberapa bagian Quran Syarif merupakan tafsir dan penjelasan bagian-bagian yang lain. Di satu tempat satu masalah dijelaskan secara ringkas, di tempat lain masalah itu dijelaskan dengan terbuka dan terinci. Seakan-akan yang kedua merupakan tafsir yang pertama.                  Ayat صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْھِمْ (jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan) ini ringkas. Tetapi tafsir اَلَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْھِمْ (orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan) terdapat di tempat lain (An Nisa', 4:69):
مِنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّھَدَآءِ وَالصّٰلِحِيْنَ
Orang-orang yang telah Allah beri kenikmatan ada empat macam, yaitu para nabi (nabiyyiin), orang-orang tulus (shiddiiqiin), orang-orang setia (syuhadaa'), dan orang-orang saleh (shoolihiin). 
Dalam diri para nabi terhimpun keempat kemuliaan, karena mereka yang paling sempurna. Kewajiban setiap manusia adalah berjuang dengan benar dan maksimal untuk mencapai kesempurnaan ini, dengan jalan seperti yang Nabi Muhammad saw. usahakan dan tunjukkan dengan perbuatan beliau. Banyak orang yang ingin mencapai kesempurnaan atau ingin menjalin hubungan yang benar dengan Allah Ta'ala dengan ibadah harian dan wirid bentukan mereka sendiri. Namun orang yang tidak menempuh jalan atau cara yang diikhtiarkan oleh Nabi Muhammad saw., itu hanya sia-sia. Tidak mungkin ada orang lain yang lebih berpengalaman pada jalan untuk mendapatkan nikmat Allah daripada Nabi Muhammad saw. Pada beliau semua kesempurnaan kenabian berakhir. Jalan yang telah beliau ikhtiarkan sangat benar dan paling dekat. Tindakan meninggalkan jalan ini, dan menciptakan jalan yang lain, meskipun secara lahiriah sangat menyenangkan, menurut pendapatku itu penghancuran. Allah Ta'ala telah menunjukkan padaku, dengan itibak Nabi Muhammad saw. secara tulus orang bisa bertemu Allah. 
Nabi Muhammad saw. adalah teladan yang baik (Al Ahzab, 33:21). Maka tirulah dan ikutilah beliau sepenuhnya, dan jangan berusaha menyimpang sedikit pun dari teladan beliau.
Pendek kata, kesempurnaan pada orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah, yang Allah isyaratkan dalam ayat صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَعَمْتَ عَلَيْھِمْ menjadi tujuan utama setiap manusia untuk mencapainya. Khususnya jemaah kami, hendaklah memperhatikan hal ini. Karena dengan didirikan jemaah ini Allah Ta'ala menghendaki agar terwujud jemaah seperti
 jemaah yang telah disiapkan oleh Nabi Muhammad saw. Agar pada zaman akhir jemaah ini ditetapkan sebagai saksi terhadap kebenaran dan kebesaran Quran Syarif dan Nabi Muhammad saw. (Disarikan dari Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah jld. 2, hlm. 161-163).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar