Rabu, 06 Maret 2019

Upaya Meraih Kenikmatan dalam Salat



Orang-orang lalai dan malas melaksanakan salat, karena mereka tidak mengetahui kenikmatan yang Allah Ta'ala sajikan dalam salat.
Mengapa mereka tidak tahu kenikmatan itu dan tidak pernah merasakannya? Karena mungkin ada penyakit dalam hatinya. Maka hendaklah mereka berdoa kepada Allah Ta'ala dengan penuh gairah, agar seperti mereka bisa merasakan nikmatnya buah dll., mereka bisa juga merasakan nikmatnya salat dan ibadah, serta selalu bisa mengingatnya. Perhatikanlah, bila seseorang melihat suatu keindahan dengan suka cita, maka dia akan ingat padanya dengan baik. Tentu saja, bila tidak ada hubungan maka tidak akan ada ingatan sedikit pun.
Menurut orang yang tidak salat, salat adalah hukuman. Karena untuk salat pagi-pagi orang harus bangun, menghentikan tidur nyenyak, melepaskan waktu istirahat, dan dalam keadaan dingin harus berwudu. Sesungguhnya ketidaksenangan mereka untuk salat karena mereka tidak mengerti kenikmatan yang terkandung dalam salat.
Bagaimana cara meraih kenikmatan dalam salat? Seorang pemabuk ketika tidak menemukan kenikmatan dalam minuman keras (miras), maka dia terus meminumnya secangkir demi secangkir hingga akhirnya mencapai kemabukan. Sebagai insan yang bijaksana, kita dapat mengambil pelajaran dari itu. Kita seharusnya melakukan salat dengan terus menerus sehingga mencapai kenikmatan. Selain itu, hendaklah ada dalam angan-angan kita bahwa kita akan menemukan kenikmatan dalam salat. Kita berdoa dengan tulus dan penuh harapan agar kelezatan dalam salat bisa dicapai. Kemudian pada waktu salat pun kita perlu memperhatikan bagaimana cara untuk mencapai manfaat yang terkandung di dalamnya, dan memandang salat sebagai kebaikan (ihsan). Allah Ta'ala berfirman:
"Dan tegakkanlah salat pada dua ujung siang hari dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan baik (yakni salat) itu melenyapkan perbuatan buruk." (Hud, 11:114).
Maka kita hendaklah menghadirkan kebaikan dan kenikmatan itu dalam hati, kemudian berdoa agar mencapai salat seperti salatnya orang-orang tulus dan orang-orang yang berbuat baik. Di tempat lain Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya salat itu mencegah (manusia) dari perbuatan keji dan buruk." (Al 'Ankabut, 29:45).
Kita melihat bahwa sebagian orang meskipun menjalankan salat, tapi kemudian masih melakukan keburukan. Sebabnya, mereka menjalankan salat tetapi tidak dengan ruh dan ketulusan. Mereka menjalankan salat hanya menurut adat kebiasaan dan sebagai pertunjukan. Allah Ta'ala tidak menyebut salat mereka itu sebagai kebaikan, seperti yang dimaksudkan dalam ayat di atas. Salat bukanlah sebutan kesopan-santunan. Inti dan ruh salat adalah doa yang di dalamnya ada kelezatan. Sesungguhnya rukun salat adalah kesopan-santunan ruhani. Manusia harus berdiri di hadapan Allah Ta'ala dengan kesopanan sebagai hamba. Selanjutnya rukuk, menunjukkan kesiapan, yakni benar-benar tunduk untuk melaksanakan semua hukum Ilahi. Kemudian sujud dengan khuduk dan khusyuk, mengungkapkan maksud dan tujuan ibadah. Inilah tata cara yang Allah Ta'ala tetapkan sebagai peringatan. Jasmani ditentukan agar ikut serta dengan cara ruhani. Apabila dalam cara-cara lahiriah (yang merupakan cerminan dari cara-cara batiniah) itu orang hanya meniru seperti pemain sandiwara, dan dia menganggap salat itu sebagai beban yang berat serta berusaha untuk melepaskannya, maka tidak mungkin ada kenikmatan di dalamnya. Selama tidak ada kenikmatan dan kesenangan dalam salat, bagaimana mungkin hakekat atau esensinya akan terbukti? Hakekat salat akan menjadi kenyataan, apabila ruh menyungkur di hadapan Allah dengan penuh penyerahan dan kerendahan hati, dan apa yang lisan ucapkan ruh pun mengucapkannya. Pada waktu itulah dicapai kenikmatan, cahaya dan kedamaian. (Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 28-30).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar