Cinta dan Belas kasihan
Perbedaan cinta dengan belas kasihan adalah: Dalam
cinta, pecinta memperhatikan semua perkataan, perbuatan dan keadaan orang yang
dicintainya dengan rasa suka atau kagum,
dan menginginkan agar keadaan demikian juga terwujud dalam dirinya. Sedangkan
dalam belas kasihan, orang yang berbelas kasih memperhatikan keadaan orang yang
dibelas kasihi dengan rasa takut atau khawatir, dan mengkhawatirkan jangan-jangan
orang itu dalam keadaan terpuruk akan hancur.
Tanda-tanda orang yang berbelas kasih sejati yaitu,
dia tidak selalu memperlakukan orang yang dibelas kasihi dengan lembut. Tetapi
dia akan memperlakukannya sesuai dengan situasi dan kondisi, kadang-kadang
dengan kelembutan dan kadang-kadang dengan kekerasan. Seperti seorang dokter
yang tulus, kadangkala dia meminumkan air campur gula pada pasiennya,
kadangkala dia perlu mengamputasi tangan atau kakinya demi keselamatan
hidupnya. Terkadang dia harus membedah anggota badan tertentu, terkadang dia
cukup mengoleskan salep.
Seandainya pada suatu hari Anda berada di sebuah rumah
sakit besar yang merawat ratusan pasien, Anda mendatangi beberapa pasien dengan
penyakit yang berbeda-beda, dan Anda mengamati kerja dokter yang terampil dan
berpengalaman, dengan demikian mudah-mudahan Anda mengerti arti orang yang
berbelas kasihan.
Ajaran Quran memberikan pelajaran pada kita bahwa kita
seharusnya mencintai kebaikan dan orang baik serta berbelas kasihan pada orang
fasik dan kafir. Allah Ta’ala berfirman, intinya: Wahai orang-orang Kafir, Nabi
ini (Muhammad saw., pent.) begitu baik hati, yang tidak kuat melihat penderitaanmu,
dan begitu besar harapannya agar kamu selamat dari kesukaran atau musibah (Q.S.
9:128).
Kemudian Dia berfirman, intinya: Apakah kamu (Muhammad saw., pent) akan bunuh
diri karena dukacitamu, karena orang-orang ini tidak mau beriman? Maksudnya,
rasa belas kasihmu begitu besar, sehingga kamu nyaris mati dalam kesedihan
memprihatinkan mereka (Q.S. 26:3). Kemudian di tempat lain dalam Quran, Allah
berfirman, intinya: Orang beriman adalah orang yang saling menasehati supaya
bersabar dan berbelas kasih. Yakni (bagi orang beriman), hendaklah dia bersabar
dalam menghadapi kesukaran dan berbelas kasih pada hamba-hamba Allah (Q.S.
91:17).
Tujuan utama ajaran Quran adalah cinta, yang
hakekatnya mewarnai diri dengan warna sesuatu yang dicintai. Dalam arti ini,
kita tidak boleh mencintai selain Allah dan orang-orang saleh. Sebagaimana
difirmankan oleh Allah: “Adapun orang-orang yang beriman, mereka lebih besar
cintanya kepada Allah.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:165).
Lebih lanjut Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil kaum Yahudi dan kaum Nasrani sebagai kawan.”
Yakni, janganlah orang beriman mencintai orang Yahudi dan Nasrani. (Q.S.
Al-Maidah, 5:51).
Selanjutnya di tempat lain dalam Quran, Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil sahabat karib, selain
orang-orang kamu sendiri.” Yakni, janganlah orang beriman mencintai orang yang tidak
saleh. (Q.S. Ali ‘Imran, 3 :118).
Dengan membaca ayat-ayat itu, sebagian orang Kristiani
yang tidak tahu bisa salah faham, bahwa orang Islam dilarang mencintai orang
Kristen dan kelompok pemeluk agama lain. Mereka tidak berpikir bahwa setiap kata
digunakan pada tempatnya.
Kami telah menulis berkali-kali, yang disebut cinta adalah memperhatikan perkataan,
perbuatan, kebiasaan, akhlak dan agama orang yang dicintai dengan rasa senang
dan tertarik, dan pengaruhnya mengesan dalam hati. Cinta yang demikian tidak
mungkin terjalin antara orang beriman dengan orang kafir. Ya, orang beriman akan berbelas kasih pada
orang kafir, akan berbelas kasih atau simpati atas semua kesulitannya, dan akan
berbelas kasih atas penyakit jasmani dan ruhaninya. Sebagaimana Allah Ta’ala
berulang kali berfirman bahwa tanpa
mempertimbangkan agama seseorang, seharusnya kalian berbelas kasih padanya.
Hendaklah kalian memberi makan orang-orang yang lapar, memerdekakan para budak,
membantu membayar hutang orang yang berhutang, meringankan beban orang yang
banyak menanggung beban, dan memenuhi hak belas kasih manusia. Allah Ta’ala berfirman,
intinya: Allah menyuruh kalian agar berlaku adil, dan lebih dari itu agar
kalian berbuat ihsan (baik), serta
agar kalian berbelas kasih pada seseorang hanya dengan semangat kedekatan
seperti belas kasih atau kasih sayang seorang ibu pada anaknya (Q.S. 16:90).
Kemudian difirmankan oleh Allah, intinya: Allah memang
melarang kalian mencintai orang Nasrani dan sebagainya, tapi janganlah kalian
fahami bahwa Dia melarang kalian untuk berbuat baik dan berbelas kasih kepada
mereka. Bahkan sebaliknya, untuk orang-orang yang tidak memerangi kamu untuk
membunuh kamu, dan tidak mengusir kamu dari rumah atau negeri asalmu, walaupun
mereka orang Kristen atau Yahudi, kalian
hendaklah berbuat baik, berbelas kasih dan berlaku adil pada mereka. Allah
Ta’ala mencintai orang-orang yang berlaku adil (Q.S. 60:8).
Kemudian Allah berfirman, intinya: Allah hanya melarang
kamu berbelas kasih dan bersahabat dengan orang-orang yang memerangi kamu dalam
hal agama dan mengusir kamu dari rumah-rumah kamu, dan tak henti-hentinya
bersekongkol untuk mengusir kamu. Karena mereka ingin memusnahkan agama (Q.S.
60:9).
Dalam ayat ini ada satu hal yang layak diingat, yaitu
kata “tawallii” dalam bahasa Arab,
artinya persahabatan. Pada dasarnya bersahabat adalah berbaik hati dan berbelas
kasihan. Jadi, orang beriman dapat (boleh) bersahabat, berbelas kasih, dan
berbaik hati dengan orang Kristen, Yahudi dan
Hindu. Orang beriman bisa berbuat ihsan
(baik) pada mereka, tetapi tidak bisa mencintai mereka. Ini satu perbedaan yang
tipis, ingatlah baik-baik!
(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 58-60)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar