Senin, 06 Juni 2016

Sentuhan Rohani (2)

Cinta dan Belas kasihan

Perbedaan cinta dengan belas kasihan adalah: Dalam cinta, pecinta memperhatikan semua perkataan, perbuatan dan keadaan orang yang dicintainya dengan  rasa suka atau kagum, dan menginginkan agar keadaan demikian juga terwujud dalam dirinya. Sedangkan dalam belas kasihan, orang yang berbelas kasih memperhatikan keadaan orang yang dibelas kasihi dengan rasa takut atau khawatir, dan mengkhawatirkan jangan-jangan orang itu dalam keadaan terpuruk akan hancur.

Tanda-tanda orang yang berbelas kasih sejati yaitu, dia tidak selalu memperlakukan orang yang dibelas kasihi dengan lembut. Tetapi dia akan memperlakukannya sesuai dengan situasi dan kondisi, kadang-kadang dengan kelembutan dan kadang-kadang dengan kekerasan. Seperti seorang dokter yang tulus, kadangkala dia meminumkan air campur gula pada pasiennya, kadangkala dia perlu mengamputasi tangan atau kakinya demi keselamatan hidupnya. Terkadang dia harus membedah anggota badan tertentu, terkadang dia cukup mengoleskan salep.
Seandainya pada suatu hari Anda berada di sebuah rumah sakit besar yang merawat ratusan pasien, Anda mendatangi beberapa pasien dengan penyakit yang berbeda-beda, dan Anda mengamati kerja dokter yang terampil dan berpengalaman, dengan demikian mudah-mudahan Anda mengerti arti orang yang berbelas kasihan.

Ajaran Quran memberikan pelajaran pada kita bahwa kita seharusnya mencintai kebaikan dan orang baik serta berbelas kasihan pada orang fasik dan kafir. Allah Ta’ala berfirman, intinya: Wahai orang-orang Kafir, Nabi ini (Muhammad saw., pent.) begitu baik hati, yang tidak kuat melihat penderitaanmu, dan begitu besar harapannya agar kamu selamat dari kesukaran atau musibah (Q.S. 9:128).
Kemudian Dia berfirman, intinya:  Apakah kamu (Muhammad saw., pent) akan bunuh diri karena dukacitamu, karena orang-orang ini tidak mau beriman? Maksudnya, rasa belas kasihmu begitu besar, sehingga kamu nyaris mati dalam kesedihan memprihatinkan mereka (Q.S. 26:3). Kemudian di tempat lain dalam Quran, Allah berfirman, intinya: Orang beriman adalah orang yang saling menasehati supaya bersabar dan berbelas kasih. Yakni (bagi orang beriman), hendaklah dia bersabar dalam menghadapi kesukaran dan berbelas kasih pada hamba-hamba Allah (Q.S. 91:17).

Tujuan utama ajaran Quran adalah cinta, yang hakekatnya mewarnai diri dengan warna sesuatu yang dicintai. Dalam arti ini, kita tidak boleh mencintai selain Allah dan orang-orang saleh. Sebagaimana difirmankan oleh Allah: “Adapun orang-orang yang beriman, mereka lebih besar cintanya kepada Allah.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:165).
Lebih lanjut Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil kaum Yahudi dan kaum Nasrani sebagai kawan.” Yakni, janganlah orang beriman mencintai orang Yahudi dan Nasrani. (Q.S. Al-Maidah, 5:51).
Selanjutnya di tempat lain dalam Quran, Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil sahabat karib, selain orang-orang kamu sendiri.” Yakni, janganlah orang beriman mencintai orang yang tidak saleh. (Q.S. Ali ‘Imran, 3 :118).

Dengan membaca ayat-ayat itu, sebagian orang Kristiani yang tidak tahu bisa salah faham, bahwa orang Islam dilarang mencintai orang Kristen dan kelompok pemeluk agama lain.  Mereka tidak berpikir bahwa setiap kata digunakan pada tempatnya.
Kami telah menulis berkali-kali, yang disebut  cinta adalah memperhatikan perkataan, perbuatan, kebiasaan, akhlak dan agama orang yang dicintai dengan rasa senang dan tertarik, dan pengaruhnya mengesan dalam hati. Cinta yang demikian tidak mungkin terjalin antara orang beriman dengan orang kafir.  Ya, orang beriman akan berbelas kasih pada orang kafir, akan berbelas kasih atau simpati atas semua kesulitannya, dan akan berbelas kasih atas penyakit jasmani dan ruhaninya. Sebagaimana Allah Ta’ala berulang kali  berfirman bahwa tanpa mempertimbangkan agama seseorang, seharusnya kalian berbelas kasih padanya. Hendaklah kalian memberi makan orang-orang yang lapar, memerdekakan para budak, membantu membayar hutang orang yang berhutang, meringankan beban orang yang banyak menanggung beban, dan memenuhi hak belas kasih manusia. Allah Ta’ala berfirman, intinya: Allah menyuruh kalian agar berlaku adil, dan lebih dari itu agar kalian berbuat ihsan (baik), serta agar kalian berbelas kasih pada seseorang hanya dengan semangat kedekatan seperti belas kasih atau kasih sayang seorang ibu pada anaknya (Q.S. 16:90).

Kemudian difirmankan oleh Allah, intinya: Allah memang melarang kalian mencintai orang Nasrani dan sebagainya, tapi janganlah kalian fahami bahwa Dia melarang kalian untuk berbuat baik dan berbelas kasih kepada mereka. Bahkan sebaliknya, untuk orang-orang yang tidak memerangi kamu untuk membunuh kamu, dan tidak mengusir kamu dari rumah atau negeri asalmu, walaupun mereka orang Kristen atau Yahudi,  kalian hendaklah berbuat baik, berbelas kasih dan berlaku adil pada mereka. Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang berlaku adil (Q.S. 60:8).
Kemudian Allah berfirman, intinya: Allah hanya melarang kamu berbelas kasih dan bersahabat dengan orang-orang yang memerangi kamu dalam hal agama dan mengusir kamu dari rumah-rumah kamu, dan tak henti-hentinya bersekongkol untuk mengusir kamu. Karena mereka ingin memusnahkan agama (Q.S. 60:9).
Dalam ayat ini ada satu hal yang layak diingat, yaitu kata “tawallii” dalam bahasa Arab, artinya persahabatan. Pada dasarnya bersahabat adalah berbaik hati dan berbelas kasihan. Jadi, orang beriman dapat (boleh) bersahabat, berbelas kasih, dan berbaik hati dengan orang Kristen, Yahudi dan  Hindu. Orang beriman bisa berbuat ihsan (baik) pada mereka, tetapi tidak bisa mencintai mereka. Ini satu perbedaan yang tipis, ingatlah baik-baik!


(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 58-60)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar