Senin, 06 Juni 2016

Suntuhan Rohani (1)

Hamba Allah

“Dan di antara manusia ada yang menjual dirinya untuk mendapat perkenan Allah. Dan Allah itu Yang Maha Belas kasih kepada para hamba.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:207).

Hamba Allah adalah orang yang mewakafkan kehidupannya di jalan Allah. Dia mengerti bahwa dengan mengurbankan jiwanya dan membelanjakan hartanya di jalan Allah, akan mendapatkan rahmat dan perkenan-Nya. Namun orang yang menjadikan kekayaan dunia sebagai tujuan utamanya, dia tidak punya kepekaan melihat agama. Ini bukan perbuatan mukmin dan muslim sejati. Orang Islam sejati adalah orang yang mewakafkan seluruh daya dan kekuatannya selama hidupnya di jalan Allah, agar menjadi waris kehidupan suci. Sehubungan dengan wakaf demi Allah ini, Allah Ta’ala mengisyaratkan:

“Barangsiapa berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan berbuat baik (kepada orang lain), ia memperoleh ganjaran dari Tuhannya, dan tak ada ketakutan akan menimpa mereka dan mereka tak akan susah.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:112).

Dalam ayat ini, kata “aslama wajhahuu lillaah” (berserah diri sepenuhnya kepada Allah) mempunyai pengertian tunduk patuh di hadapan Allah, mewakafkan apapun yang dimilikinya, jiwa, harta serta kehormatannya untuk Allah, dan menjadikan dunia serta segala sesuatu yang dimilikinya sebagai pelayan agama. Jangan ada yang memahami bahwa manusia tidak boleh punya tujuan dan hubungan dengan dunia. Allah Ta’ala tidak melarang kita untuk mendapatkan dunia. Sebaliknya, Islam melarang kerahiban. Ini perbuatan para pengecut. Hubungan orang beriman dengan dunia begitu luas. Dunia bisa menjadi sarana baginya untuk mencapai derajat yang tinggi.  Agama adalah cita-citanya, sedangkan dunia, harta dan kedudukannya sebagai pelayan agama. Singkatnya, dunia bukanlah menjadi tujuan utama. Sebaliknya, dalam perolehan dunia tujuan utamanya adalah untuk agama. Dengan demikian, berusahalah untuk mendapatkan dunia karena ia bisa menjadi pelayan agama. Sebagaimana untuk perjalanan manusia yang pergi dari suatu tempat ke tempat lain, dia membutuhkan kendaraan atau biaya perjalanan. Tujuan utamanya adalah sampai tempat tujuan, bukan kendaraan itu sendiri dan keperluan-keperluan di jalan. Begitu pula, manusia hendaklah berupaya mendapatkan dunia, tetapi pahamilah ia sebagai pelayan agama.

Allah Ta’ala mengajarkan doa, “Robbanaa aatinaa fi-d dunya hasanah  wa fi-l aakhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaaba-n naar.” (Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan selamatkanlah kami dari siksa Neraka) (Q.S. Al-Baqarah, 2:201).

Dalam doa ini dunia didahulukan. Tapi dunia yang mana? Yaitu dunia yang baik (kebaikan dunia), yang menjadi penyebab kebaikan di akhirat. Dari ajaran doa ini dapat difahami dengan jelas bahwa dalam meraih dunia orang beriman hendaklah mengingat kebaikan akhirat. Dalam kata “kebaikan dunia” juga mencakup makna semua cara terbaik untuk mendapatkan dunia. Seorang mukmin dan muslim semestinya memilih cara terbaik itu untuk memperoleh dunia. Raihlah  dunia dengan memilih cara yang baik dan membawa kebaikan. Bukan cara yang menimbulkan penderitaan orang lain, bukan pula cara yang menimbulkan rasa malu sesama manusia. Dunia yang baik dan diperoleh dengan cara yang baik itu niscaya akan menjadi penyebab kebaikan akhirat. Ingatlah! Barangsiapa mewakafkan hidup untuk Allah, dia tidak akan menjadi tak berdaya.  Tidak, sama sekali tidak. Sebaliknya, orang yang mewakafkan diri untuk agama dan Allah akan menjadi cerdas dan cekatan. Dia tidak akan terkena kemalasan dan kelambanan.
Ibnu Khuzaimah menceritakan, “Umar bin Khattab r.a. bertanya pada ayahku ‘Apa yang membuat kamu enggan menanam pohon di atas tanahmu?’” Ayahku menjawab, “Saya sudah tua, besuk saya akan mati.” Akhirnya Umar bin Khattab r.a. bersabda, “Kamu harus menanam pohon.” Kemudian aku melihat Umar r.a. sendiri bersama dengan ayahku menanam pohon di atas tanah kami.”
Nabi kita Muhammad saw. senantiasa berdoa, mohon perlindungan dari kelemahan dan kemalasan. Janganlah malas! Allah tidak melarang kita mencari dunia. Bahkan sebaliknya, Dia mengajarkan doa untuk memperoleh kebaikan dunia. Allah Ta’ala tidak menginginkan manusia hanya duduk tak berdaya. Allah berfirman dengan jelas:

“Dan bahwa manusia tak mempunyai apa-apa selain apa yang ia usahakan.” (Q.S. An-Najm, 53:39).

Oleh karena itu, orang beriman hendaklah bekerja dengan sungguh-sungguh. Jangan jadikan dunia sebagai tujuan utama. Tetapkanlah agama sebagai tujuan utama, dan dunia sebagai pelayan dan kendaraan untuknya.



(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 110-111)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar