Menjaga Hati dan Perbuatan
Di dalam Surat Al-‘Ashr, disebutkan dua macam barisan.
Pertama, barisan orang-orang saleh. Kedua, barisan orang-orang yang berbuat
jahat. Inna-l insaana lafii khusyr
(sesungguhnya manusia menderita rugi), menunjukkan barisan orang-orang kafir
dan berbuat jahat. Illa-l ladziina
aamanuu wa ‘amilu-sh shoolihaat (kecuali orang-orang yang beriman dan
berbuat kebaikan), menunjukkan barisan orang-orang beriman dan beramal saleh.
Dari firman Ilahi
ini dapat diketahui, orang-orang yang dalam kerugian, yaitu orang-orang
yang tidak beriman dan tidak melakukan amal kebaikan. Ingatlah! Dalam firman Ilahi itu terdapat kata kebaikan,
yang tidak ada sama sekali tanda-tanda kerusakan. Manusia tidak pernah bisa
disebut saleh (baik), apabila dia tidak bersih dari akidah yang rusak dan
tertolak, serta perbuatan yang rusak atau jahat.
Kata muttaqi
(orang bertakwa) terdapat pada bab perbuatan, dan bab ini ada untuk pembangunan
atau perubahan. Dari hal itu dapat diketahui bahwa orang bertakwa harus
melakukan perjuangan dan usaha besar. Dalam keadaan ini, dia berada di bawah pengaruh
nafsu lawwamah. Selama manusia
melangsungkan kehidupan seperti binatang, waktu itu dia berada di bawah
pengaruh nafsu amarah. Setelah
manusia keluar dari perjuangan, tatkala menang, maka dia berada dalam keadaan muthmainnah (tenang). Orang bertakwa setelah
keluar dari keadaan nafsu amarah,
kemudian dia berada di bawah lawwamah.
Oleh karena itu, sebagian keutamaan orang bertakwa adalah, dia menegakkan salat.
Seakan-akan dalam pelaksanaan salat itu ada semacam keadaan pertarungan, dengan
munculnya angan-angan buruk dalam batin bisa mengacaukan (konsentrasi). Namun
dia tidak bingung, dan angan-angan buruk dalam batin itu tidak bisa membuatnya
tak berdaya. Dia berkali-kali menginginkan pertolongan Allah Ta’ala. Dia
menjerit dan menangis di hadapan Allah, sehingga akhirnya teratasi masalahnya.
Demikian juga, saat dia membelanjakan harta (untuk kebaikan), setan berupaya
menghalanginya. Setan memperlihatkan pemborosan dan infak di jalan Allah itu
serupa. Padahal pada keduanya ada perbedaan jauh, seperti bumi dengan langit. Pemboros membuang-buang
hartanya. Sedangkan orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, dia
kemudian akan menemukan hasilnya, yang jauh lebih banyak dari yang
dikeluarkannya. Oleh karena itu, Allah berfirman: “Mimmaa rozaqnaahum yunfiquun” (mereka menginfakkan sebagian dari
apa yang Kami berikan kepada mereka) (Q.S. Al-Baqarah, 2:3).
Untuk mencapai kebaikan, manusia hendaklah bersih dari
segala macam kerusakan, baik kerusakan akidah maupun kerusakan amal perbuatan. Sebagaimana
badan manusia, ia akan tetap dalam keadaan baik (sehat), bila semua unsurnya
dalam keadaan seimbang, tidak ada unsur yang kekurangan atau kelebihan. Begitu
pula, kebaikan ruh juga tergantung pada keseimbangan, yang dalam istilah Quran
Syarif, disebut shirootho-l mustaqiim
(jalan yang benar). Dalam kebaikan, manusia ada hanya untuk Allah. Sebagaimana
keadaan Abu Bakar Shidiq r.a. Orang saleh secara berangsur-angsur meningkat,
hingga mencapai posisi muthmainnah. Pada
posisi inilah terjadi kelapangan dada (insyiroh)
baginya. Sebagaimana dalam komunikasi dengan Rasulullah Muhammad saw., Allah
berfirman, “Bukankah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau?” (Q.S.
Al-Insyirah, 94:1). Kami tidak dapat menjelaskan dengan kata-kata, keadaan
kelapangan dada.
Ingatlah sungguh-sungguh! Seperti halnya di Baitullah (Ka’bah) terdapat hajar aswad.
Begitu pula di dalam dada ada hati. Di Baitullah, telah tiba satu masa,
orang-orang kafir meletakkan berhala atau patung di sana. Allah Ta’ala menggunakan
itu sebagai satu contoh. Hati manusia bagaikan hajar aswad. Sedangkan dada
manusia bagaikan Baitullah. Angan-angan pada
selain Allah itu bagaikan berhala yang
diletakkan di Ka’bah. Berhala-berhala di Mekah Al-Mukaromah hancur tatkala Nabi
kita yang mulia Muhammad saw. bersama rombongan sepuluh ribu orang suci datang
di sana, dan Mekah telah terbuka. Dalam Kitab-kitab terdahulu, sepuluh ribu
sahabat itu tertulis Malaikat. Dalam kenyataannya memang keutamaan mereka
seperti Malaikat. Kekuatan manusia pada suatu keadaan juga menunjukkan kadar Malaikat.
Sebagaimana keutamaan Malaikat, “mereka menjalankan apa yang diperintahkan
kepada mereka” (Q.S. 66:6); demikian pula kebaikan manusia, dia menjalankan
perintah yang diberikan padanya. Demikianlah, semua kekuatan dan anggota badan
berada di bawah perintah manusia. Singkatnya, untuk mengalahkan dan
menghancurkan berhala-berhala selain Allah (angan-angan pada selain Allah),
seharusnya disiapkan laskar penyucian
jiwa (lasykar tazkiyah-i nafs), yang
menaklukkan angan-angan pada selain Allah itu dan menyucikan jiwa. Sesuai
dengan itu, Allah berfirman dalam Quran Syarif:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.”
(Q.S. Asy-Syams, 91:9).
Dalam Hadis Syarif dikatakan, jika keadaan hati baik,
maka seluruh badan akan baik.
Sungguh benar, mata, telinga, tangan, kaki, lisan, dan
lainnya yang merupakan anggota badan, mereka pada dasarnya melaksanakan fatwa
hati. Satu pikiran atau angan-angan muncul, kemudian anggota badan yang
berkaitan segera siap untuk melaksanakannya. Pendek kata, untuk membersihkan
Ka’bah dari berhala-berhala, diperlukan jihad (perjuangan). Saya beritahukan
dan saya yakinkan jalan jihad itu, pada kalian. Jika kalian mengamalkannya,
maka kalian akan mampu menghancurkan berhala-berhala itu. Jalan ini bukan dari
ulasan saya sendiri, melainkan Allah telah menunjuk saya agar saya
menjelaskannya. Apakah jalan itu? Ikutilah aku, dan berjalanlah di belakangku. Suara ini bukan suara baru. Untuk
membersihkan Mekah dari berhala-berhala, Rasulullah saw. juga mengucapkan, “Jika
kamu cinta kepada Allah, ikutilah aku; Allah akan mencintai kamu.” (Q.S. Ali
‘Imran, 3:31). Demikian pula, jika kalian mengikuti saya, maka kalian akan
mampu menghancurkan berhala-berhala dalam batin kalian. Dengan demikian, dada
yang terpenuhi dengan berbagai berhala, akan dapat dibersihkan.
(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 351-353)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar