Sabtu, 18 Juni 2016

Sentuhan Rohani (9)

Menjaga Hati dan Perbuatan

Di dalam Surat Al-‘Ashr, disebutkan dua macam barisan. Pertama, barisan orang-orang saleh. Kedua, barisan orang-orang yang berbuat jahat. Inna-l insaana lafii khusyr (sesungguhnya manusia menderita rugi), menunjukkan barisan orang-orang kafir dan berbuat jahat. Illa-l ladziina aamanuu wa ‘amilu-sh shoolihaat (kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan), menunjukkan barisan orang-orang beriman dan beramal saleh.
Dari firman Ilahi  ini dapat diketahui, orang-orang yang dalam kerugian, yaitu orang-orang yang tidak beriman dan tidak melakukan amal kebaikan. Ingatlah!  Dalam firman Ilahi itu terdapat kata kebaikan, yang tidak ada sama sekali tanda-tanda kerusakan. Manusia tidak pernah bisa disebut saleh (baik), apabila dia tidak bersih dari akidah yang rusak dan tertolak, serta perbuatan yang rusak atau jahat.

Kata muttaqi (orang bertakwa) terdapat pada bab perbuatan, dan bab ini ada untuk pembangunan atau perubahan. Dari hal itu dapat diketahui bahwa orang bertakwa harus melakukan perjuangan dan usaha besar. Dalam keadaan ini, dia berada di bawah pengaruh nafsu lawwamah. Selama manusia melangsungkan kehidupan seperti binatang, waktu itu dia berada di bawah pengaruh nafsu amarah. Setelah manusia keluar dari perjuangan, tatkala menang, maka dia berada dalam keadaan muthmainnah (tenang). Orang bertakwa setelah keluar dari keadaan nafsu amarah, kemudian dia berada di bawah lawwamah. Oleh karena itu, sebagian keutamaan orang bertakwa adalah, dia menegakkan salat. Seakan-akan dalam pelaksanaan salat itu ada semacam keadaan pertarungan, dengan munculnya angan-angan buruk dalam batin bisa mengacaukan (konsentrasi). Namun dia tidak bingung, dan angan-angan buruk dalam batin itu tidak bisa membuatnya tak berdaya. Dia berkali-kali menginginkan pertolongan Allah Ta’ala. Dia menjerit dan menangis di hadapan Allah, sehingga akhirnya teratasi masalahnya. Demikian juga, saat dia membelanjakan harta (untuk kebaikan), setan berupaya menghalanginya. Setan memperlihatkan pemborosan dan infak di jalan Allah itu serupa. Padahal pada keduanya ada perbedaan jauh, seperti  bumi dengan langit. Pemboros membuang-buang hartanya. Sedangkan orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, dia kemudian akan menemukan hasilnya, yang jauh lebih banyak dari yang dikeluarkannya. Oleh karena itu, Allah berfirman: “Mimmaa rozaqnaahum yunfiquun” (mereka menginfakkan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka) (Q.S. Al-Baqarah, 2:3).

Untuk mencapai kebaikan, manusia hendaklah bersih dari segala macam kerusakan, baik kerusakan akidah maupun kerusakan amal perbuatan. Sebagaimana badan manusia, ia akan tetap dalam keadaan baik (sehat), bila semua unsurnya dalam keadaan seimbang, tidak ada unsur yang kekurangan atau kelebihan. Begitu pula, kebaikan ruh juga tergantung pada keseimbangan, yang dalam istilah Quran Syarif, disebut shirootho-l mustaqiim (jalan yang benar). Dalam kebaikan, manusia ada hanya untuk Allah. Sebagaimana keadaan Abu Bakar Shidiq r.a. Orang saleh secara berangsur-angsur meningkat, hingga mencapai posisi muthmainnah. Pada posisi inilah terjadi kelapangan dada (insyiroh) baginya. Sebagaimana dalam komunikasi dengan Rasulullah Muhammad saw., Allah berfirman, “Bukankah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau?” (Q.S. Al-Insyirah, 94:1). Kami tidak dapat menjelaskan dengan kata-kata, keadaan kelapangan dada.

Ingatlah sungguh-sungguh! Seperti halnya di  Baitullah (Ka’bah) terdapat hajar aswad. Begitu pula di dalam dada ada hati. Di Baitullah, telah tiba satu masa, orang-orang kafir meletakkan berhala atau patung di sana. Allah Ta’ala menggunakan itu sebagai satu contoh. Hati manusia bagaikan hajar aswad. Sedangkan dada manusia  bagaikan Baitullah. Angan-angan pada selain Allah itu bagaikan  berhala yang diletakkan di Ka’bah. Berhala-berhala di Mekah Al-Mukaromah hancur tatkala Nabi kita yang mulia Muhammad saw. bersama rombongan sepuluh ribu orang suci datang di sana, dan Mekah telah terbuka. Dalam Kitab-kitab terdahulu, sepuluh ribu sahabat itu tertulis Malaikat. Dalam kenyataannya memang keutamaan mereka seperti Malaikat. Kekuatan manusia pada suatu keadaan juga menunjukkan kadar Malaikat. Sebagaimana keutamaan Malaikat, “mereka menjalankan apa yang diperintahkan kepada mereka” (Q.S. 66:6); demikian pula kebaikan manusia, dia menjalankan perintah yang diberikan padanya. Demikianlah, semua kekuatan dan anggota badan berada di bawah perintah manusia. Singkatnya, untuk mengalahkan dan menghancurkan berhala-berhala selain Allah (angan-angan pada selain Allah), seharusnya disiapkan  laskar penyucian jiwa (lasykar tazkiyah-i nafs), yang menaklukkan angan-angan pada selain Allah itu dan menyucikan jiwa. Sesuai dengan itu, Allah berfirman dalam Quran Syarif:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.” (Q.S. Asy-Syams, 91:9).
Dalam Hadis Syarif dikatakan, jika keadaan hati baik, maka seluruh badan akan baik.

Sungguh benar, mata, telinga, tangan, kaki, lisan, dan lainnya yang merupakan anggota badan, mereka pada dasarnya melaksanakan fatwa hati. Satu pikiran atau angan-angan muncul, kemudian anggota badan yang berkaitan segera siap untuk melaksanakannya. Pendek kata, untuk membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala, diperlukan jihad (perjuangan). Saya beritahukan dan saya yakinkan jalan jihad itu, pada kalian. Jika kalian mengamalkannya, maka kalian akan mampu menghancurkan berhala-berhala itu. Jalan ini bukan dari ulasan saya sendiri, melainkan Allah telah menunjuk saya agar saya menjelaskannya. Apakah jalan itu? Ikutilah aku, dan berjalanlah di belakangku. Suara ini bukan suara baru. Untuk membersihkan Mekah dari berhala-berhala, Rasulullah saw. juga mengucapkan, “Jika kamu cinta kepada Allah, ikutilah aku; Allah akan mencintai kamu.” (Q.S. Ali ‘Imran, 3:31). Demikian pula, jika kalian mengikuti saya, maka kalian akan mampu menghancurkan berhala-berhala dalam batin kalian. Dengan demikian, dada yang terpenuhi dengan berbagai berhala, akan dapat dibersihkan.


(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 351-353)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar