Senin, 06 Juni 2016

Sentuhan Rohani (8)

Jahanam

“Dan sesungguhnya Kami menciptakan untuk (Neraka) Jahanam kebanyakan jin dan manusia, mereka mempunyai hati yang tak mereka gunakan untuk mengerti, dan mereka mempunyai mata yang tak mereka gunakan untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga yang tak mereka gunakan untuk mendengar. Mereka bagaikan ternak; tidak, malahan mereka lebih sesat lagi. Mereka adalah orang yang lengah.” (Q.S. Al-A’raf, 7:179).

Ingatlah! Apabila manusia tidak mewakafkan hidup untuk Allah Ta’ala, maka untuknya Allah Ta’ala ciptakan Jahanam. Dari ayat ini dapat diketahui dengan jelas. Sebagian orang yang berpikir dangkal memahami bahwa setiap orang pasti akan masuk ke Jahanam. Ini salah. Ya, tentu sedikit orang yang benar-benar selamat dari siksa Jahanam. Ini bukanlah hal yang mengherankan. Allah Ta’ala berfirman: “Sedikit sekali di antara hamba-Ku yang syukur.” (Q.S. As-Saba’, 34:13).

Hendaklah dimengerti, apakah Jahanam itu? Pertama, Jahanam adalah apa yang dijanjikan setelah kematian (Jahanam Akhirat, pent.). Kedua, Jahanam adalah kehidupan yang bukan untuk Allah Ta’ala (Jahanam dunia, pent.). Allah Ta’ala tidak bertanggung jawab untuk menyelamatkan dari penderitaan, dan memberikan ketenangan, bagi orang yang hidupnya bukan untuk-Nya. Janganlah berpikir, bahwa kekayaan lahiriah atau kekuasaan atau banyaknya harta, kehormatan dan anak, menjadi penyebab kesenangan dan ketenangan bagi seseorang. Apakah orang di Surga karena uang tunai? Sama sekali tidak. Kesenangan, kepuasan, kenyamanan dan ketenangan yang merupakan hadiah Surga, tidak diperoleh dengan hal seperti itu. Itu dapat diperoleh dengan hidup dan mati untuk  Allah (berserah diri sepenuhnya kepada Allah, pent.). Untuk itu, para Nabi, khususnya Ibrahim as. dan Ya’qub as. mewasiatkan, “Laa tamuutunna illaa wa antum muslimuun”, artinya: Janganlah kamu mati kecuali sebagai orang muslim (Q.S. 3:102). 

Kenikmatan dunia bisa menimbulkan semacam kerakusan kotor. Keinginan dan kehausan terus bertambah, seperti penderita sakit gembur-gembur yang hausnya tak pernah terpuaskan, sehingga akhirnya dia mengalami kehancuran. Jadi, api keinginan  dan hasrat yang yang tidak tepat, juga termasuk api Jahanam, yang tidak memberi ketenangan pada hati, tapi malah mendatangkan kesalahan-kesalahan yang pelik dalam kekacauan. Tidak tersembunyi dari pandangan teman-teman saya, bahwa kemabukan cinta manusia pada harta atau isteri dan anak begitu menggila, sehingga muncul sebuah tirai  di antara dia dengan Allah Ta’ala. Oleh karena itu, harta dan anak disebut fitnah. Dari mereka pun bisa tersedia Neraka untuk manusia. Tatkala dia dipisahkan dari mereka, dia nampak sangat gelisah dan bingung. Allah berfirman, “Api yang dinyalakan oleh Allah. Yang menjilat-jilat di hati.” (Q.S. Al-Humazah, 104:6-7).
Hal ini diangkat bukan bersifat cerita, melainkan bersifat logis. Pendek kata, api yang membakar hati manusia, dan membuatnya hitam dan gelap, adalah kecintaan kepada selain Allah.
Dua benda yang saling berhubungan dan bergesekan, bisa menimbulkan panas. Demikian juga, dari pergesekan antara cinta manusia dengan dunia maupun barang-barang dunia, bisa menimbulkan panas, dan panas itu membakar cinta Ilahi. Akibatnya, hati menjadi gelap, jauh dari Allah, dan terjebak dalam berbagai macam kegelisahan. Namun bila manusia yang ada hubungan dengan barang-barang dunia itu kemudian beralih berhungan dengan Allah, dan cintanya berganti cinta pada Allah, maka pergesekan cintanya dengan Allah saat itu bisa membakar cintanya kepada selain Allah. Sebagai gantinya akan terpenuhi dengan cahaya. Kemudian perkenan Allah menjadi perkenannya, dan perkenannya menjadi perkenan Allah. Setelah mencapai kondisi ini, cinta Allah baginya sebagai kehidupan. Sebagaimana untuk kehidupan ada kebutuhan-kebutuhan hidup, untuk kehidupannya hanya Allah dan Allahlah yang dia butuhkan. Dengan kata lain, kebahagiaannya ada pada Allah. Kemudian, jika dari sisi orang yang terikat pada urusan duniawi, ada yang menimpakan penderitaan padanya, maka akan sampai. Tetapi sebenarnya dalam penderitaan itu pun dia tetap merasakan kenikmatan Ilahi, yang tidak diterima oleh para pencari hal-hal duniawi yang paling merdeka sekalipun. Sebaliknya, keadaan Jahanam  yang mereka dapatkan. Seakan-akan hidup untuk selain Allah merupan Jahanam juga.  

Kemudian, dari Hadis syarif dapat diketahui bahwa demam juga merupakan (contoh) panas Jahanam. Berbagai macam penyakit dan musibah yang menimpa manusia, juga merupakan contoh Jahanam. Hal ini supaya menjadi bukti pada alam yang akan datang, sebagai bukti kebenaran masalah pembalasan atau ganjaran dan hukuman, dan penyangkal masalah penebusan yang tidak masuk akal. Misalnya, lihatlah penderita penyakit kusta, beberapa anggota badannya terlepas. Keadaan ini sendiri sebagai contoh Jahanam. Kemudian, banyak orang membenci dan meninggalkannya, hingga isteri, anak, ibu-bapak yang paling dicintai pun menjauhkan diri darinya. Sebagian orang terjatuh pada penyakit yang lebih berbahaya. Dalam perutnya terdapat tumor ganas. Semua cobaan ini menimpa manusia, (mungkin) karena dia jauh dari Allah dalam melangsungkan kehidupan, dan dia bersikap sombong di hadapan-Nya. Dia tidak menghargai dan menghiraukan firman-firman Allah Ta’ala. Saat itulah terjadi Jahanam.

Sekarang, saya kembali ke maksud utama. Saya katakan, Allah Ta’ala berfirman bahwa Dia menciptakan untuk Jahanam kebanyakan jin dan manusia. Kemudian Dia berfirman bahwa mereka sendiri yang menyebabkan terjadinya Jahanam. Mereka dipanggil menuju Surga. Orang yang berhati suci, mendengarkan  perkataan dengan kesucian hati. Orang yang berpikiran kotor, berbuat dengan akal kotornya. Singkatnya, Jahanam akhirat akan terjadi, dan tidak akan lepas dari Jahanam dunia.


(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 117-119)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar