Jahanam
“Dan sesungguhnya Kami menciptakan untuk (Neraka)
Jahanam kebanyakan jin dan manusia, mereka mempunyai hati yang tak mereka
gunakan untuk mengerti, dan mereka mempunyai mata yang tak mereka gunakan untuk
melihat, dan mereka mempunyai telinga yang tak mereka gunakan untuk mendengar.
Mereka bagaikan ternak; tidak, malahan mereka lebih sesat lagi. Mereka adalah
orang yang lengah.” (Q.S. Al-A’raf, 7:179).
Ingatlah! Apabila manusia tidak mewakafkan
hidup untuk Allah Ta’ala, maka untuknya Allah Ta’ala ciptakan Jahanam. Dari
ayat ini dapat diketahui dengan jelas. Sebagian orang yang berpikir dangkal
memahami bahwa setiap orang pasti akan masuk ke Jahanam. Ini salah. Ya, tentu
sedikit orang yang benar-benar selamat dari siksa Jahanam. Ini bukanlah hal
yang mengherankan. Allah Ta’ala berfirman: “Sedikit sekali di antara hamba-Ku
yang syukur.” (Q.S. As-Saba’, 34:13).
Hendaklah dimengerti, apakah Jahanam itu?
Pertama, Jahanam adalah apa yang dijanjikan setelah kematian (Jahanam Akhirat,
pent.). Kedua, Jahanam adalah kehidupan yang bukan untuk Allah Ta’ala (Jahanam
dunia, pent.). Allah Ta’ala tidak bertanggung jawab untuk menyelamatkan dari
penderitaan, dan memberikan ketenangan, bagi orang yang hidupnya bukan
untuk-Nya. Janganlah berpikir, bahwa kekayaan lahiriah atau kekuasaan atau
banyaknya harta, kehormatan dan anak, menjadi penyebab kesenangan dan
ketenangan bagi seseorang. Apakah orang di Surga karena uang tunai? Sama sekali
tidak. Kesenangan, kepuasan, kenyamanan dan ketenangan yang merupakan hadiah
Surga, tidak diperoleh dengan hal seperti itu. Itu dapat diperoleh dengan hidup
dan mati untuk Allah (berserah diri
sepenuhnya kepada Allah, pent.). Untuk itu, para Nabi, khususnya Ibrahim as.
dan Ya’qub as. mewasiatkan, “Laa
tamuutunna illaa wa antum muslimuun”, artinya: Janganlah kamu mati kecuali
sebagai orang muslim (Q.S. 3:102).
Kenikmatan dunia bisa menimbulkan semacam
kerakusan kotor. Keinginan dan kehausan terus bertambah, seperti penderita sakit
gembur-gembur yang hausnya tak pernah terpuaskan, sehingga akhirnya dia
mengalami kehancuran. Jadi, api keinginan
dan hasrat yang yang tidak tepat, juga termasuk api Jahanam, yang tidak
memberi ketenangan pada hati, tapi malah mendatangkan kesalahan-kesalahan yang
pelik dalam kekacauan. Tidak tersembunyi dari pandangan teman-teman saya, bahwa
kemabukan cinta manusia pada harta atau isteri dan anak begitu menggila,
sehingga muncul sebuah tirai di antara
dia dengan Allah Ta’ala. Oleh karena itu, harta dan anak disebut fitnah. Dari
mereka pun bisa tersedia Neraka untuk manusia. Tatkala dia dipisahkan dari
mereka, dia nampak sangat gelisah dan bingung. Allah berfirman, “Api yang
dinyalakan oleh Allah. Yang menjilat-jilat di hati.” (Q.S. Al-Humazah, 104:6-7).
Hal ini diangkat bukan bersifat cerita,
melainkan bersifat logis. Pendek kata, api yang membakar hati manusia, dan
membuatnya hitam dan gelap, adalah kecintaan kepada selain Allah.
Dua benda yang saling berhubungan dan
bergesekan, bisa menimbulkan panas. Demikian juga, dari pergesekan antara cinta
manusia dengan dunia maupun barang-barang dunia, bisa menimbulkan panas, dan
panas itu membakar cinta Ilahi. Akibatnya, hati menjadi gelap, jauh dari Allah,
dan terjebak dalam berbagai macam kegelisahan. Namun bila manusia yang ada
hubungan dengan barang-barang dunia itu kemudian beralih berhungan dengan
Allah, dan cintanya berganti cinta pada Allah, maka pergesekan cintanya dengan
Allah saat itu bisa membakar cintanya kepada selain Allah. Sebagai gantinya akan
terpenuhi dengan cahaya. Kemudian perkenan Allah menjadi perkenannya, dan
perkenannya menjadi perkenan Allah. Setelah mencapai kondisi ini, cinta Allah
baginya sebagai kehidupan. Sebagaimana untuk kehidupan ada kebutuhan-kebutuhan
hidup, untuk kehidupannya hanya Allah dan Allahlah yang dia butuhkan. Dengan
kata lain, kebahagiaannya ada pada Allah. Kemudian, jika dari sisi orang yang
terikat pada urusan duniawi, ada yang menimpakan penderitaan padanya, maka akan
sampai. Tetapi sebenarnya dalam penderitaan itu pun dia tetap merasakan
kenikmatan Ilahi, yang tidak diterima oleh para pencari hal-hal duniawi yang
paling merdeka sekalipun. Sebaliknya, keadaan Jahanam yang mereka dapatkan. Seakan-akan hidup untuk
selain Allah merupan Jahanam juga.
Kemudian, dari Hadis syarif dapat diketahui
bahwa demam juga merupakan (contoh) panas Jahanam. Berbagai macam penyakit dan
musibah yang menimpa manusia, juga merupakan contoh Jahanam. Hal ini supaya
menjadi bukti pada alam yang akan datang, sebagai bukti kebenaran masalah
pembalasan atau ganjaran dan hukuman, dan penyangkal masalah penebusan yang
tidak masuk akal. Misalnya, lihatlah penderita penyakit kusta, beberapa anggota
badannya terlepas. Keadaan ini sendiri sebagai contoh Jahanam. Kemudian, banyak
orang membenci dan meninggalkannya, hingga isteri, anak, ibu-bapak yang paling
dicintai pun menjauhkan diri darinya. Sebagian orang terjatuh pada penyakit
yang lebih berbahaya. Dalam perutnya terdapat tumor ganas. Semua cobaan ini
menimpa manusia, (mungkin) karena dia jauh dari Allah dalam melangsungkan
kehidupan, dan dia bersikap sombong di hadapan-Nya. Dia tidak menghargai dan
menghiraukan firman-firman Allah Ta’ala. Saat itulah terjadi Jahanam.
Sekarang, saya kembali ke maksud utama.
Saya katakan, Allah Ta’ala berfirman bahwa Dia menciptakan untuk Jahanam
kebanyakan jin dan manusia. Kemudian Dia berfirman bahwa mereka sendiri yang
menyebabkan terjadinya Jahanam. Mereka dipanggil menuju Surga. Orang yang
berhati suci, mendengarkan perkataan
dengan kesucian hati. Orang yang berpikiran kotor, berbuat dengan akal
kotornya. Singkatnya, Jahanam akhirat akan terjadi, dan tidak akan lepas dari
Jahanam dunia.
(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 117-119)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar