Baiat
Jangan berpikir, bahwa hanya dengan
melakukan baiat, Allah akan berkenan. Ini hanyalah kulit, sedangkan inti atau
esensinya ada di dalamnya. Kulit bukanlah sesuatu yang mempunyai banyak
manfaat. Isi atau intinyalah yang mempunyai banyak manfaat. Kadangkala ada
sesuatu yang tidak ada isi atau intinya di dalamnya. Seperti telur kopong, yang
di dalamnya tidak ada kuning dan putih telurnya, yang tidak ada manfaatnya dan
dibuang seperti kertas sampah. Ya, ia bisa menjadi alat bermain anak-anak hingga
satu dua menit. Demikian juga, orang yang mengikrarkan baiat dan menyatakan
beriman; jika dalam dua hal itu tidak ada intinya (pengamalannya), hendaklah
dia takut, akan datang waktunya, dia
seperti telur kopong itu, dengan benturan sedikit saja ia akan hancur
berkeping-keping dan kemudian dibuang.
Orang yang melakukan baiat dan menyatakan
beriman, hendaklah mawas diri, apakah dia hanya mempunyai kulitnya atau
intinya? Selama inti belum terwujud,
orang yang menyatakan beriman, cinta,
taat, berbaiat, percaya, sebagai murid,
orang Islam, dia bukanlah pembuat pernyataan yang sejati. Ingatlah! Ini hal
benar, di hadapan Allah, tanpa inti, kulit tidak ada nilainya sama sekali.
Ingatlah baik-baik! Kalian tidak tahu, kapan kematian akan tiba. Tetapi kematian
ini perkara yang meyakinkan dan pasti terjadi. Pendek kata, janganlah
sekali-kali merasa cukup dan senang
hanya dengan pernyataan. Itu sama sekali bukan sesuatu yang membawa banyak manfaat. Selama manusia belum mengalami
“kematian” dan banyak perubahan, dia tidak dapat menemukan maksud utama
kemanusiaan.
Kata “Insaan”
(manusia) sebenarnya diambil dari kata “unsaan” (dua cinta). Dua cinta sejati
(yang seharusnya dimiliki manusia, pent.): Pertama, cinta dengan Allah Ta’ala.
Kedua, simpati dengan sesama manusia. Ketika kedua cinta ini terwujud dalam
diri seseorang, waktu itu dia disebut insan. Kedua cinta inilah disebut inti
atau esensi kemanusiaan. Pada posisi ini manusia disebut “Uulu-l albaab” (orang yang mempunyai akal). Selama ini tidak ada,
berarti tidak ada apa-apanya. Biarpun ada seribu pernyataan, namun di sisi
Allah Ta’ala, di sisi Nabi-nabi-Nya dan para Malaikat, tidak ada apa-apa.
Kemudian, perlu diingat bahwa manusia
membutuhkan teladan, dan teladan itu terdapat dalam wujud para Nabi. Allah
Ta’ala berkuasa menuliskan kalam Ilahi pada pohon-pohon. Namun Dia mengirimkan
para Nabi dan pada mereka diturunkan kalam Ilahi, rahasianya adalah agar
manusia melihat kecemerlangan Tuhan yang nampak pada para Nabi. Nabi adalah
perwujudan Tuhan dan penampakan Tuhan.
Kemudian muslim sejati dan orang beriman menjadi perwujudan para Nabi. Para
sahabat Nabi Muhammad saw. yang mulia benar-benar mengerti rahasia itu. Mereka betul-betul
hilang dalam ketaatan pada Rasulullah saw., sehingga eksistensi mereka tidak
kelihatan. Orang yang ingin melihat mereka, menemukan mereka dalam kondisi tak
terlihat. Ingatlah! Pada zaman sekarang pun, selagi orang belum tenggelam dalam
ketaatan (pada Rasulullah saw.) seperti para sahabat Nabi Muhammad saw., maka
pengakuannya sebagai murid dan pengikut
beliau tidak benar. Camkanlah dengan baik, selama Allah Ta’ala belum menetap
dalam hati kalian, dan pengaruh-Nya belum kelihatan dalam diri kalian, selama
itu pula terdapat kekuasaan setan.
Setan mengundang ke arah kebohongan,
kezaliman, kemarahan, kerakusan, pamer, dan takabur. Sebaliknya, Allah Ta’ala
mengajak untuk berakhlak mulia, sabar, khusyuk dalam ketaatan, fana fillah (peleburan dalam Allah),
ikhlas, iman, dan kebaikan. Manusia berada pada dua daya tarik. Kemudian, orang
yang fitrahnya baik dan mempunyai potensi kebaikan, kendatipun ada ribuan
ajakan dan bujukan setan, dia tetap lari menuju Allah Ta’ala, dengan berkah bimbingan
jalan yang benar dan kemampuan memilih jalan yang lurus. Pada Allah, dia
menemukan kesenangan dan ketenangan. Namun, perlu ada tanda untuk segala
sesuatu. Apabila tidak ditemukan tanda itu, ia tidak bisa diandalkan kebenarannya. Lihatlah! Seorang dokter
mengenal suatu obat, karena ada tanda-tanda tertentu. Jika tanda-tanda itu
tidak didapatkan dalam obat itu, maka
dokter menganggapnya obat palsu, dan
membuangnya seperti sampah. Begitu pula tanda-tanda iman, Allah Ta’ala
berkali-kali menyebutkannya dalam Kitab-Nya. Benar, tatkala iman masuk dalam
diri manusia, maka bersama itu pemahaman yang benar tentang keagungan,
kesucian, kemuliaan, kemahakuasaan, dan yang paling besar “Laa ilaaha illallooh” (tidak ada Tuhan selain Allah) masuk meresap
dalam pikiran dan hati manusia. Sehingga Allah Ta’ala memilih bersemayam di
dalamnya. Kehidupan syaithooniyyah
(jahat) dan potensi dosa akan mati. Saat itu mulailah satu kehidupan baru,
yaitu kehidupan rohaniah, atau katakanlah hari pertama penciptaan samawi.
Ketika kehidupan syaithooniyyah mati,
kemudian lahirlah kehidupan rohaniah,
seperti kelahiran bayi. Dalam surat Al-Fatihah, Allah Ta’ala mengisyaratkan kelahiran
itu:
“Segala puji kepunyaan Allah, Tuhan sarwa
sekalian alam. Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengasih. Yang memiliki Hari
Pembalasan.” (Q.S. Al-Fatihah, 1:1-3). Diutarakan empat sifat Allah Ta’ala. Yakni
Dia Tuhan yang pada-Nya terdapat semua sifat terpuji. Dalam benak, tidak ada
kebaikan yang tidak ditemukan pada Allah Ta’ala. Bahkan manusia tidak pernah
bisa menghitung sifat-sifat terpuji dan kebaikan-kebaikan yang ada pada Allah
Yang Maha Mulia itu. Tuhan yang Islam tampilkan ke hadapan dunia, adalah Tuhan
Yang Sempurna dan Benar. Oleh karena itu, Quran mengawalinya dengan alhamdulillaah (segala puji bagi Allah).
(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 145-148)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar