Senin, 06 Juni 2016

Sentuhan Rohani (7)

Baiat 

Jangan berpikir, bahwa hanya dengan melakukan baiat, Allah akan berkenan. Ini hanyalah kulit, sedangkan inti atau esensinya ada di dalamnya. Kulit bukanlah sesuatu yang mempunyai banyak manfaat. Isi atau intinyalah yang mempunyai banyak manfaat. Kadangkala ada sesuatu yang tidak ada isi atau intinya di dalamnya. Seperti telur kopong, yang di dalamnya tidak ada kuning dan putih telurnya, yang tidak ada manfaatnya dan dibuang seperti kertas sampah. Ya, ia bisa menjadi alat bermain anak-anak hingga satu dua menit. Demikian juga, orang yang mengikrarkan baiat dan menyatakan beriman; jika dalam dua hal itu tidak ada intinya (pengamalannya), hendaklah dia takut,  akan datang waktunya, dia seperti telur kopong itu, dengan benturan sedikit saja ia akan hancur berkeping-keping dan kemudian dibuang.  

Orang yang melakukan baiat dan menyatakan beriman, hendaklah mawas diri, apakah dia hanya mempunyai kulitnya atau intinya? Selama inti  belum terwujud, orang yang menyatakan  beriman, cinta, taat, berbaiat, percaya, sebagai  murid, orang Islam, dia bukanlah pembuat pernyataan yang sejati. Ingatlah! Ini hal benar, di hadapan Allah, tanpa inti, kulit tidak ada nilainya sama sekali. Ingatlah baik-baik! Kalian tidak tahu, kapan kematian akan tiba. Tetapi kematian ini perkara yang meyakinkan dan pasti terjadi. Pendek kata, janganlah sekali-kali merasa cukup  dan senang hanya dengan pernyataan. Itu sama sekali bukan sesuatu yang membawa banyak  manfaat. Selama manusia belum mengalami “kematian” dan banyak perubahan, dia tidak dapat menemukan maksud utama kemanusiaan.

Kata “Insaan” (manusia)  sebenarnya diambil dari kata “unsaan” (dua cinta). Dua cinta sejati (yang seharusnya dimiliki manusia, pent.): Pertama, cinta dengan Allah Ta’ala. Kedua, simpati dengan sesama manusia. Ketika kedua cinta ini terwujud dalam diri seseorang, waktu itu dia disebut insan. Kedua cinta inilah disebut inti atau esensi kemanusiaan. Pada posisi ini manusia disebut “Uulu-l albaab” (orang yang mempunyai akal). Selama ini tidak ada, berarti tidak ada apa-apanya. Biarpun ada seribu pernyataan, namun di sisi Allah Ta’ala, di sisi Nabi-nabi-Nya dan para  Malaikat, tidak ada apa-apa.

Kemudian, perlu diingat bahwa manusia membutuhkan teladan, dan teladan itu terdapat dalam wujud para Nabi. Allah Ta’ala berkuasa menuliskan kalam Ilahi pada pohon-pohon. Namun Dia mengirimkan para Nabi dan pada mereka diturunkan kalam Ilahi, rahasianya adalah agar manusia melihat kecemerlangan Tuhan yang nampak pada para Nabi. Nabi adalah perwujudan Tuhan  dan penampakan Tuhan. Kemudian muslim sejati dan orang beriman menjadi perwujudan para Nabi. Para sahabat Nabi Muhammad saw. yang mulia benar-benar mengerti rahasia itu. Mereka betul-betul hilang dalam ketaatan pada Rasulullah saw., sehingga eksistensi mereka tidak kelihatan. Orang yang ingin melihat mereka, menemukan mereka dalam kondisi tak terlihat. Ingatlah! Pada zaman sekarang pun, selagi orang belum tenggelam dalam ketaatan (pada Rasulullah saw.) seperti para sahabat Nabi Muhammad saw., maka pengakuannya sebagai murid  dan pengikut beliau tidak benar. Camkanlah dengan baik, selama Allah Ta’ala belum menetap dalam hati kalian, dan pengaruh-Nya belum kelihatan dalam diri kalian, selama itu pula terdapat kekuasaan setan.

Setan mengundang ke arah kebohongan, kezaliman, kemarahan, kerakusan, pamer, dan takabur. Sebaliknya, Allah Ta’ala mengajak untuk berakhlak mulia, sabar, khusyuk dalam ketaatan, fana fillah (peleburan dalam Allah), ikhlas, iman, dan kebaikan. Manusia berada pada dua daya tarik. Kemudian, orang yang fitrahnya baik dan mempunyai potensi kebaikan, kendatipun ada ribuan ajakan dan bujukan setan, dia tetap lari menuju Allah Ta’ala, dengan berkah bimbingan jalan yang benar dan kemampuan memilih jalan yang lurus. Pada Allah, dia menemukan kesenangan dan ketenangan. Namun, perlu ada tanda untuk segala sesuatu. Apabila tidak ditemukan tanda itu, ia  tidak bisa diandalkan  kebenarannya. Lihatlah! Seorang dokter mengenal suatu obat, karena ada tanda-tanda tertentu. Jika tanda-tanda itu tidak didapatkan  dalam obat itu, maka dokter menganggapnya obat palsu, dan  membuangnya seperti sampah. Begitu pula tanda-tanda iman, Allah Ta’ala berkali-kali menyebutkannya dalam Kitab-Nya. Benar, tatkala iman masuk dalam diri manusia, maka bersama itu pemahaman yang benar tentang keagungan, kesucian, kemuliaan, kemahakuasaan, dan yang paling besar “Laa ilaaha illallooh” (tidak ada Tuhan selain Allah) masuk meresap dalam pikiran dan hati manusia. Sehingga Allah Ta’ala memilih bersemayam di dalamnya. Kehidupan syaithooniyyah (jahat) dan potensi dosa akan mati. Saat itu mulailah satu kehidupan baru, yaitu kehidupan rohaniah, atau katakanlah hari pertama penciptaan samawi. Ketika kehidupan syaithooniyyah mati, kemudian  lahirlah kehidupan rohaniah, seperti kelahiran bayi. Dalam surat Al-Fatihah, Allah Ta’ala mengisyaratkan kelahiran itu:
“Segala puji kepunyaan Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengasih. Yang memiliki Hari Pembalasan.” (Q.S. Al-Fatihah, 1:1-3). Diutarakan empat sifat Allah Ta’ala. Yakni Dia Tuhan yang pada-Nya terdapat semua sifat terpuji. Dalam benak, tidak ada kebaikan yang tidak ditemukan pada Allah Ta’ala. Bahkan manusia tidak pernah bisa menghitung sifat-sifat terpuji dan kebaikan-kebaikan yang ada pada Allah Yang Maha Mulia itu. Tuhan yang Islam tampilkan ke hadapan dunia, adalah Tuhan Yang Sempurna dan Benar. Oleh karena itu, Quran mengawalinya dengan alhamdulillaah (segala puji bagi Allah).


(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 145-148)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar