Hakikat Doa
Doa itu masalah besar. Sayang sekali, orang
tidak mengerti, apakah doa itu. Sebagian orang menganggap bahwa setiap doa yang
dipanjatkan sesuai dengan cara dan keadaannya, pasti dikabulkan. Oleh karena
itu, ketika mereka memanjatkan doa, dan kemudian tidak terpenuhi sesuai dengan
maksud dalam hatinya, dia menjadi putus asa dan berburuk sangka pada Allah
Ta’ala. Padahal, kebesaran orang beriman yaitu,
jika secara lahiriah maksud dalam doanya tidak tercapai, dia
semestinya tetap tidak putus asa. Karena
mungkin menurut Allah Yang Maha Pemurah doa itu tidak bermanfaat. Lihatlah!
Jika seorang anak ingin memegang bara api, maka ibunya akan lari mencegahnya. Bahkan
jika ibunya menampar anak yang ngotot itu, hal itu tidak mengherankan. Demikianlah,
ketika saya merenungkan falsafah doa, saya merasakan suatu kenikmatan. Saya
melihat bahwa Allah Yang Maha Mengetahui
dan Maha Waspada tahu mana doa yang bermanfaat.
Saya berkali-kali menyayangkan, tatkala
orang-orang mengirim surat untuk minta didoakan, dan bersamanya mereka menulis
bahwa jika doa untuk mereka tidak dikabulkan, mereka akan menganggap (saya)
bohong. Ah… orang-orang ini tidak tahu etika berdoa, tidak tahu bagaimana
syarat-syarat orang yang berdoa dan orang yang minta didoakan. Sebelum berdoa
atau didoakan, mereka telah terjebak dalam buruk sangka. Mereka ingin
memenangkan kebaikan kepercayaan mereka, dan mengancam dengan pendustaan. Saya
menjadi tidak suka, membaca surat seperti itu. Saya berpikir, lebih baik mereka
tidak menulis surat untuk doa ini.
Saya telah berkali-kali menjelaskan, dan
selanjutnya secara singkat saya beritahukan bahwa Allah Ta’ala ingin
memperlakukan hamba-hamba-Nya sebagai teman. Dalam pertemanan ada rangkaian
pertukaran. Begitu pula, dalam hubungan Allah Ta’ala dengan hamba-Nya, ada
rangkaian pertukaran seperti itu. Pertukaran dari sisi Allah Ta’ala seperti,
Dia mendengarkan dan memperhatikan ribuan doa hamba-hamba-Nya,
Dia menyembunyikan aib mereka, Dia mengasih-sayangi mereka meskipun mereka
sehina-hinanya makhluk. Sebagai imbangannya, hamba Allah hendaklah percaya
sepenuhnya pada Allah. Jika dalam doa seseorang, tidak terpenuhi seperti apa
yang dimaksudkan, janganlah berburuk sangka pada Allah. Sebaliknya, kegagalan (terkabulnya
doa) itu hendaklah dianggap sebagai
akibat kesalahan seseorang. Terhadap ketetapan Allah Ta’ala, hamba Allah
seharusnya menerimanya dengan lapang dada, dan memahami bahwa memang itulah
kehendak-Nya. Sehubungan dengan itu, Allah mengisyaratkan:
“Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu
dengan sesuatu dari ketakutan dan kelaparan dan kehilangan harta dan jiwa dan
buah-buahan. Dan berilah kabar baik kepada orang yang sabar. (Q.S. Al-Baqarah,
2:155).
Ujian dari Allah berupa ketakutan (khouf), kelaparan dan juga kehausan (juu’), kehilangan harta, misalnya
kecurian, kehilangan jiwa, misalnya kematian anggota keluarga atau sahabat
karib yang dianggap seperti keluarga sendiri, dan kehilangan buah-buahan,
artinya termasuk anak dan keberhasilan akhir yang dicapai setelah ada usaha
keras.
Allah memberikan kabar baik pada orang yang
dengan sungguh-sungguh tabah menghadapi datangnya ujian atau cobaan. Yaitu orang yang tatkala datang musibah kepadanya,
dia menyatakan, “Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah, dan kami akan kembali
kepada-Nya.” (Q.S. 2:156).
Ingatlah! Seseorang baru bisa menjadi hamba
Allah yang spesial dan dekat, jika pada setiap ada musibah dia lebih
mendahulukan Allah, dia memilih Allah yang membuatnya tenang.
Manusia mengungkapkan keinginan kepada
Allah agar memperoleh atau mencapai sesuatu, inilah makna doa. Karenanya,
terkadang keinginan Allah Yang Maha Mulia seharusnya menjadi yang pertama, dan
terkadang Allah Yang Maha Mulia memenuhi keinginan hamba-Nya.
Kesempatan pembalasan yang lain yaitu, “Ud’uunii astajib lakum,” artinya:
Mohonlah kepada-Ku, Aku akan mengijabahi permohonan kamu. (Q.S. Al-Mu’min,
40:60).
Allah Ta’ala menerima dan percaya pada
hamba-Nya. Ingatlah baik-baik! Doa manusia dikabulkan apabila dia meninggalkan
kelalaian, ketidakpatuhan dan kejahatan
demi Allah Ta’ala. Semakin intens
manusia mencapai kedekatan dengan Allah, semakin banyak dia mendapatkan buah terkabulnya
doa. Untuk ini Allah berfirman:
“Dan apabila hamba-Ku bertanya kepada
engkau tentang Aku, sesungguhnya Aku ini dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa tatkala ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi
seruan-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka dapat menemukan jalan yang benar.”
(Q.S. Al-Baqarah, 2:186).
Di tempat lain dalam Quran, Allah
berfirman: “Dan bagaimana mereka dapat mencapai (iman) dari tempat yang jauh?”
(Q.S. As-Saba’, 34:52).
Orang yang jauh dari Allah, bagaimana Allah
mendengar doanya? Seolah-olah, dengan pemandangan hukum alam secara umum,
memberikan satu pelajaran. Ini bukanlah berarti bahwa Allah tidak dapat
mendengar. Dia mengetahui keinginan yang tersembunyi dalam hati, keinginan yang
belum dilahirkan. Namun ini menarik perhatian manusia agar dekat dengan Allah. Seperti
suara yang jauh, tidak dapat didengar. Begitu pula orang yang terlibat dalam
kelalaian, ketidakpatuhan dan kejahatan, menjadi jauh dari Allah. Semakin dia
jauh, semakin banyak tirai dan semakin jauh pula untuk pengabulan doa. Seperti
yang baru saja saya nyatakan, meskipun Allah mengetahui yang ghaib, namun
menurut hukum alam, tanpa takwa tidak ada apa-apanya.
(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 134-136)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar