Senin, 06 Juni 2016

Sentuhan Rohani (6)

Hakikat Doa 

Doa itu masalah besar. Sayang sekali, orang tidak mengerti, apakah doa itu. Sebagian orang menganggap bahwa setiap doa yang dipanjatkan sesuai dengan cara dan keadaannya, pasti dikabulkan. Oleh karena itu, ketika mereka memanjatkan doa, dan kemudian tidak terpenuhi sesuai dengan maksud dalam hatinya, dia menjadi putus asa dan berburuk sangka pada Allah Ta’ala. Padahal, kebesaran orang beriman yaitu,  jika secara lahiriah maksud dalam doanya tidak tercapai, dia semestinya  tetap tidak putus asa. Karena mungkin menurut Allah Yang Maha Pemurah doa itu tidak bermanfaat. Lihatlah! Jika seorang anak ingin memegang bara api, maka ibunya akan lari mencegahnya. Bahkan jika ibunya menampar anak yang ngotot itu, hal itu tidak mengherankan. Demikianlah, ketika saya merenungkan falsafah doa, saya merasakan suatu kenikmatan. Saya melihat bahwa  Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Waspada tahu mana doa yang bermanfaat.

Saya berkali-kali menyayangkan, tatkala orang-orang mengirim surat untuk minta didoakan, dan bersamanya mereka menulis bahwa jika doa untuk mereka tidak dikabulkan, mereka akan menganggap (saya) bohong. Ah… orang-orang ini tidak tahu etika berdoa, tidak tahu bagaimana syarat-syarat orang yang berdoa dan orang yang minta didoakan. Sebelum berdoa atau didoakan, mereka telah terjebak dalam buruk sangka. Mereka ingin memenangkan kebaikan kepercayaan mereka, dan mengancam dengan pendustaan. Saya menjadi tidak suka, membaca surat seperti itu. Saya berpikir, lebih baik mereka tidak menulis surat untuk doa ini.

Saya telah berkali-kali menjelaskan, dan selanjutnya secara singkat saya beritahukan bahwa Allah Ta’ala ingin memperlakukan hamba-hamba-Nya sebagai teman. Dalam pertemanan ada rangkaian pertukaran. Begitu pula, dalam hubungan Allah Ta’ala dengan hamba-Nya, ada rangkaian pertukaran seperti itu. Pertukaran dari sisi Allah Ta’ala seperti, Dia  mendengarkan  dan memperhatikan ribuan doa hamba-hamba-Nya, Dia menyembunyikan aib mereka, Dia mengasih-sayangi mereka meskipun mereka sehina-hinanya makhluk. Sebagai imbangannya, hamba Allah hendaklah percaya sepenuhnya pada Allah. Jika dalam doa seseorang, tidak terpenuhi seperti apa yang dimaksudkan, janganlah berburuk sangka pada Allah. Sebaliknya, kegagalan (terkabulnya doa) itu  hendaklah dianggap sebagai akibat kesalahan seseorang. Terhadap ketetapan Allah Ta’ala, hamba Allah seharusnya menerimanya dengan lapang dada, dan memahami bahwa memang itulah kehendak-Nya. Sehubungan dengan itu, Allah mengisyaratkan:
“Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu dengan sesuatu dari ketakutan dan kelaparan dan kehilangan harta dan jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar baik kepada orang yang sabar. (Q.S. Al-Baqarah, 2:155).
Ujian dari Allah berupa ketakutan (khouf), kelaparan dan juga kehausan (juu’), kehilangan harta, misalnya kecurian, kehilangan jiwa, misalnya kematian anggota keluarga atau sahabat karib yang dianggap seperti keluarga sendiri, dan kehilangan buah-buahan, artinya termasuk anak dan keberhasilan akhir yang dicapai setelah ada usaha keras.

Allah memberikan kabar baik pada orang yang dengan sungguh-sungguh tabah menghadapi datangnya ujian atau cobaan. Yaitu  orang yang tatkala datang musibah kepadanya, dia menyatakan, “Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah, dan kami akan kembali kepada-Nya.” (Q.S. 2:156).
Ingatlah! Seseorang baru bisa menjadi hamba Allah yang spesial dan dekat, jika pada setiap ada musibah dia lebih mendahulukan Allah, dia memilih Allah yang membuatnya tenang.
Manusia mengungkapkan keinginan kepada Allah agar memperoleh atau mencapai sesuatu, inilah makna doa. Karenanya, terkadang keinginan Allah Yang Maha Mulia seharusnya menjadi yang pertama, dan terkadang Allah Yang Maha Mulia memenuhi keinginan hamba-Nya.   

Kesempatan pembalasan  yang lain yaitu, “Ud’uunii astajib lakum,”  artinya: Mohonlah kepada-Ku, Aku akan mengijabahi permohonan kamu. (Q.S. Al-Mu’min, 40:60). 
Allah Ta’ala menerima dan percaya pada hamba-Nya. Ingatlah baik-baik! Doa manusia dikabulkan apabila dia meninggalkan kelalaian, ketidakpatuhan dan kejahatan  demi  Allah Ta’ala. Semakin intens manusia mencapai kedekatan dengan Allah, semakin banyak dia mendapatkan buah terkabulnya doa. Untuk ini Allah berfirman:
“Dan apabila hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, sesungguhnya Aku ini dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa tatkala ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi seruan-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka dapat menemukan jalan yang benar.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:186).
Di tempat lain dalam Quran, Allah berfirman: “Dan bagaimana mereka dapat mencapai (iman) dari tempat yang jauh?” (Q.S. As-Saba’, 34:52).
Orang yang jauh dari Allah, bagaimana Allah mendengar doanya? Seolah-olah, dengan pemandangan hukum alam secara umum, memberikan satu pelajaran. Ini bukanlah berarti bahwa Allah tidak dapat mendengar. Dia mengetahui keinginan yang tersembunyi dalam hati, keinginan yang belum dilahirkan. Namun ini menarik perhatian manusia agar dekat dengan Allah. Seperti suara yang jauh, tidak dapat didengar. Begitu pula orang yang terlibat dalam kelalaian, ketidakpatuhan dan kejahatan, menjadi jauh dari Allah. Semakin dia jauh, semakin banyak tirai dan semakin jauh pula untuk pengabulan doa. Seperti yang baru saja saya nyatakan, meskipun Allah mengetahui yang ghaib, namun menurut hukum alam, tanpa takwa tidak ada apa-apanya.      


(Diterjemahkan dari: Malfuzat Ahmadiyyah, jilid 1, hlm. 134-136)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar