Rabu, 29 Mei 2019

Tantangan untuk Menjadi Orang Bertakwa



Di dunia ini, begitu sering kita ingin takwa,  tidak pernah sepi dari penderitaan. Seakan-akan  untuk orang bertakwa terpaksa berikhtiar dengan kesulitan dalam melakukan kebaikan. Untuk penyelamatannya, dalam kitab ini (Al Quran) ada petunjuknya. Ketika level ini telah terlampaui, maka orang yang ingin dekat Allah (salik) menjadi hamba saleh. Seolah-olah hilanglah jenis kesulitan itu, dan dia secara alami memulai kebaikan. Dia berada dalam rumah keselamatan (darul aman), yang tidak ada bahaya di dalamnya. Kini semua pertempuran melawan gejolak hawa nafsunya telah berakhir. Dia dalam keadaan aman dan bersih dari segala macam bahaya. Sehubungan dengan hal ini, pemandu sempurna kita, Nabi Muhammad saw. mengisyaratkan, "Bersama setiap manusia ada setan. Tetapi setanku telah menjadi muslim." Jadi untuk setiap orang bertakwa selalu ada perang melawan setan. Namun setelah dia menjadi saleh, semua perang pun berakhir. Misalnya, siang dan malam dia berperang melawan kemunafikan. Orang bertakwa setiap saat berada di 'medan pertempuran'. Karunia Allah menyertainya, maka dia mengalami kemenangan. Kemunafikan itu gerakannya seperti semut kecil. Kadang-kadang, pada kesempatan tertentu manusia dengan tanpa menyadari memberi peluang untuk kemunculan kemunafikan dalam hati. Misalnya, seseorang kehilangan sebuah pisau. Dia menginterogasi orang lain. Maka pada situasi seperti itu mulailah perang orang bertakwa dengan setan. Pemilik pisau menginterogasi seperti itu merupakan sikap mempermalukan, yang mungkin bisa menyalakan api emosi dan mungkin juga bisa menimbulkan pertengkaran satu sama lain. Pada situasi seperti itu, bagi orang bertakwa, jiwanya berperang dengan keinginan buruk. Jika dalam diri orang itu ada kejujuran yang hanya demi Allah, maka dia tidak perlu marah. Karena kejujuran itu semakin disembunyikan semakin baik.
Dunia ini adalah rumah cobaan (darul ibtila'). Orang yang menyembunyikan setiap kebaikannya dan menyelamatkannya dari riya (pamer), itulah orang yang baik. Orang yang amal atau perbuatannya demi Allah (lillaah), dia tidak akan memperlihatkan amal baiknya pada orang lain. Inilah orang bertakwa. Aku pernah membaca dalam Tadzkirotul Auliya'. Dalam satu pertemuan ada seorang lelaki tua mengatakan bahwa dia sangat membutuhkan uang, barangkali ada yang mau menolong? Ada seorang laki-laki saleh yang mengerti dan memberikan uang kepadanya untuk mencukupi kebutuhannya. Setelah menerima uang itu, lelaki tua itu memuji-muji kedermawanannya di hadapan orang banyak. Melihat hal itu, sang pemberi, laki-laki saleh merasa sedih. Jika kebaikan dan kedermawanannya dipuji-puji di sini (di dunia), maka mungkin dia akan kehilangan ganjaran di akhirat. Beberapa saat kemudian dia menemui lelaki tua itu dan mengatakan bahwa  uang itu kepunyaan ibunya dan dia tidak ingin memberikannya. Maka lelaki tua mengembalikan uang itu. Dengan kejadian itu, setiap orang mencela laki-laki saleh dan mengatakan bahwa dia bohong, intinya dia tidak ingin memberikan uang itu. Tatkala waktu sore tiba, laki-laki saleh itu pergi ke rumah lelaki tua. Dia memberikan kembali uang kepada lelaki tua sejumlah yang dikembalikan sebelumnya dan mengatakan, "Kamu telah memuji saya di muka umum, itu akan menghilangkan ganjaran saya di akhirat. Oleh karena itu saya berikan uang ini di sini. Sekarang uang ini menjadi milikmu. Tapi jangan kamu beritahukan di hadapan siapapun." Lelaki tua itu menangis dan mengatakan, "Kini sampai Kiamat kamu menjadi sasaran kutukan dan ejekan orang. Karena semua orang mengetahui kejadian kemarin, dan sekarang tidak ada seorang pun yang tahu bahwa kamu telah mengembalikan uang itu pada saya." (Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 2, hlm. 33-34).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar