Rabu, 15 Mei 2019

Minta Didoakan



Doa adalah masalah yang sangat rumit. Untuk itu ada syarat bagi orang yang minta didoakan dan orang yang berdoa. Yaitu keduanya ada hubungan yang begitu erat dan kuat. Sehingga kepedihan orang yang minta didoakan menjadi kepedihan orang yang mendoakan, dan kegembiraan orang yang minta didoakan menjadi kegembiraan orang yang mendoakan. Seperti halnya tangis bayi yang menyusu membuat ibu tak berdaya dan menetes susu dari payudaranya. Demikian pula keadaan keinginan, ratapan dan keluhan orang yang minta didoakan sepenuhnya menjadi kesulitan dan ikatan keinginan orang yang mendoakan. Masalah utamanya adalah, semua persoalan ini tergantung pada rahmat Allah Ta'ala. Capaian usaha tidak termasuk di situ. Perhatian dan belas kasihan pun turun dari sisi Allah Ta'ala. Apabila Allah Ta'ala ingin membuka jalan keberhasilan untuk seseorang, maka Dia akan memasukkan perhatian dan belas kasihan dalam hati orang yang mendoakan. Namun harus ada rangkaian penyebab yang dapat menggerakkan atau mendorong dengan kuat (hati) orang yang mendoakan. Tidak ada tadbir atau rencana lain kecuali orang yang minta didoakan membuat keadaan dirinya sedemikian rupa, sehingga orang yang mendoakan dengan tidak sabar menaruh perhatian padanya.
Keadaan yang menarik perhatianku, yang dengan melihatnya aku menemukan dorongan dalam batinku untuk mendoakan, yaitu seseorang yang aku ketahui bertanggung jawab dalam layanan agama. Keberadaannya bermanfaat untuk Allah Ta'ala, Utusan Allah, Kitab Allah, dan hamba-hamba Allah. Kepedihan dan kesedihan yang dirasakan orang seperti itu, sesungguhnya juga aku rasakan. Oleh karena itu, teman-temanku hendaklah menanamkan niat dalam hatinya masing-masing untuk melayani agama, dengan bentuk dan cara pelayanan yang bisa dilakukan. Aku katakan dengan sebenar-benarnya bahwa orang yang menjadi pelayan agama dan bermanfaat bagi sesama manusia itu bermartabat dan terhormat di sisi Allah Ta'ala. Sebaliknya orang-orang yang tidak peduli pada agama, mereka akan mati seperti kematian anjing dan domba.
(Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah jld. 2, hlm. 144).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar